Kamis 10 Aug 2017 08:22 WIB

Komisi X DPR Minta Full Day School tak Dipaksakan

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Warga NU Kabupaten Banyumas melakukan unjuk rasa menolak penerapan program Lima Hari Sekolah atau Full Day School (FDS), di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Senin (7/8).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Warga NU Kabupaten Banyumas melakukan unjuk rasa menolak penerapan program Lima Hari Sekolah atau Full Day School (FDS), di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah meminta wacana full day school (FDS) tak dipaksakan untuk seluruh sekolah di Indonesia. Ia berharap FDS hanya bersifat opsional bagi sekolah yang mau menerapkannya.

Politisi asal partai Golkar itu mengatakan berdasarkan hasil rapat terakhir dengan Kemendibud disepakati FDS hanya opsional saja. Dari koordinasi terakhir itu pun, ia mengklaim Mendikbud Muhadjir Effendy sudah menyetujuinya.

"Dari raker ke Kemendikbud, menterinya juga sudah setuju, Komisi 10 ingatkan tahap awal supaya menjadi opsional saja bukan keharusan," katanya usai menjadi pembicara dalam kegiatan Guru Terampil TIK di SMKN 2 Kota Tasikmalaya, Rabu (9/8).

Ia mengingatkan Mendikbud supaya tak membuat keresahan masyarakat dengan wacana FDS tersebut. Ia mengingatkan Kemendikbud agar mengkaji FDS lebih dulu secara matang sebelum diimplementasikan. Terlebih, kemampuan sarana dan prasana masih belum merata di Indonesia. "Jangan buat kegaduhan di masyarakat, kaji dulu secara komprehensif untung ruginya. Biar jadi opsional saja buat sekolah yang mau," ujarnya.

Ia pun mengungkapkan penerapan FDS sebenarnya bermula dari belum terpenuhinya kewajiban jumlah jam mengajar bagi guru. Alhasil, masih ada saja guru yang mengajar di beberapa sekolah berbeda. Kemendikbud, menurutnya berupaya mengentaskan masalah ini dengan FDS. Tetapi, kehadiran FDS malah menimbulkan gejolak baru.

"Karena cikal bakal full day school bukan kebutuhan anak tapi menjawab pemenuhan guru supaya jumlah ngajarnya pas 24 jam (per pekan). Supaya guru enggak ngajar ke banyak tempat, cukup ngajar di satu sekolah saja. Tapi niat baik itu tidak diikuti konsep realitas lapangan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement