Selasa 08 Aug 2017 13:45 WIB

Akta Kelahiran Masih Jadi Masalah di Aceh

Akta kelahiran
Akta kelahiran

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Akta kelahiran merupakan dokumen dasar penduduk yang sangat penting dewasa ini. Namun akta kelahiran masih menjadi masalah untuk menjelaskan identitas diri dan status kewarganegaraan seseorang di Aceh. "Itu (akta lahir, Red) merupakan hak setiap anak dan jadi dokumen penting, untuk dapat mengakses pelayanan dasar," kata Direktur Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat Aceh, Muslim Zainuddin di Banda Aceh, Selasa (8/8).

Pelayanan dasar, lanjut dia, seperti pendidikan dan kesehatan, wajib disediakan pemerintah di daerah terutama pada tingkat kabupaten di Aceh. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menargetkan 85 persen anak di Indonesia memiliki akta kelahiran pada 2019.

Keberadaan akta kelahiran menjadi sangat penting karena merupakan pendukung program Kartu Identitas Anak (KIA) yang akan diuji coba di 50 kabupaten/kota pada tahun ini. Ia mengaku, pihaknya memperkuat kapasitas fasilitator di daerah dalam percepatan kepemilikan akta lahir bagi anak usia nol hingga 18 tahun demi mengejar target pemerintah di 2019 sebesar 85 persen.

Program memperkuat kapasitas fasilitator tersebut akan dilaksanakan pada tiga kabupaten di Aceh yakni Bener Meriah, Bireuen dan Aceh Barat. "Kalau tingkat kabupaten telah capai 85 persen, maka kita ingin persoalan akta kelahiran ini bisa tuntas. Setidaknya dapat mencapai angka 95 persen," katanya.

Muslim menyebut program ini merupakan bagian Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan/KOMPAK yang memiliki tujuan akhir untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh.

Sementara itu, Dicky Ariesandi, Koordinator KOMPAK Provinsi mengatakan, akses dan kualitas pelayanan yang baik bagi administrasi kependudukan, menjadi penting sebagai basis data pengentasan kemiskinan di Aceh. Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran di bawah garis kemiskinan di Aceh mencapai 872 ribu orang atau 16,89 persen hingga Maret tahun 2017.

"Salah satu bentuk ketimpangan pembangunan di daerah, karena data yang disampaikan tidak valid. Ini menyebabkan kebijakan yang direncanakan tak sesuai dengan kenyataan," katanya.

Zudan Arif Fakrullah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri pernah mengatakan, saat ini dari 83 juta anak dengan rentang usia 0-18 tahun, sudah lebih 50 persen memiliki akta kelahiran. "Sekarang akta kelahiran sudah mengalami peningkatan luar biasa. Anak umur 0-18 tahun berjumlah 83 juta, yang sudah punya akta 61,6 persen. Tahun 2016 pada 30 Juni, masih 31 persen. Jadi sudah 55 jutaan anak yang punya akta kelahiran," ujarnya.

Pada 2019, pihaknya menargetkan jumlah anak telah memiliki akta kelahiran mencapai 85 persen. Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo yang ingin semua anak Indonesia memiliki surat keterangan kelahiran. "Ini, kita tingkatkan terus. Target tahun ini, 77 persen. Kemudian sampai 2019, itu 85 persen. Target ini ada dalam RPJM (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah) Pak Jokowi," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement