Senin 07 Aug 2017 16:37 WIB

KLHK: Kebakaran Hutan dan Lahan Kian Meluas

Rep: Debbies Sutrisno/ Red: Yudha Manggala P Putra
kebakaran lahan gambut (Ilustrasi)
Foto: Antara
kebakaran lahan gambut (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 2017 semakin meluas. Titik panas akibat kebakaran pun terdeteksi semakin besar setiap harinya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, titik panas yang telah terpantau oleh Badan Meteorologi,Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan KLHK bukan hanya terjadi di daerah yang biasa mengalami kebakaran hutan. Sejumlah daerah baru terpantau mengalami kebakaran dengan titik panas cukup banyak.

"Ada pemain baru seperti Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, kemudian Nusa Tenggara Timur yang luasnya bisa mencapai 1.000 hektare," kata Siti ditemui usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (7/8).

Dari data sebaran jumlah titik panas yang terdeteksi melalui satelit NOAA, pada 2017 titik panas memang mengalami peningkatan signifikan dibandingkan 2016. Hingga awal Agustus 2017 terpantau terdapat 1.341 titik panas tersebar di sembilan provinsi, yakni Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Jika dibandingkan tahun sebelumnya pada Juli 2015 terdapat 2.403 titik panas. Angka ini menurun drastis pada 2016 dengan 243. Namun, pada 2017 angkanya telah menyentuh 558 titik panas, atau dua kali lipat.

Siti mengatakan, data yang dihasilkan dari satelit dengan pengecekan lapangan dari sejumlah unsur pemerintah memiliki perbedaan. Misalnya daerah Riau, laporan di lapangan lahan yang terbakar mencapai 470 hektare,sedangkan pencitraan satelit mencapai 5.000 hektare. Untuk itu perlu pengecekan kembali dari sejumlah data yang masuk.

Namun, dilihat secara keseluruhan dari data yang masuk, kebakaran hutan pada tahun ini memang lebih banyak sekitar 1,5 kali lipat dari tahun lalu, tapi lebih kecil sekitar 2/3 dari 2015.

Menurut Siti, pemerintah pusat dan daerah harus segera melakukan koordinasi bersama guna mencegah penambahan titik panas maupun luasan lahan yang terbakar. Sebab puncak cuaca panas diprediksi akan terjadi pada Agustus dan September. Pada 2015 jumlah titik panas terbanyak terdapat pada September, sementara 2016 pada Agustus.

"Ini kita harus waspadai pada dua bulan ke depan karena akan relatif berat. Makanya harus segera koodinasi," ujar Siti.

Berdasarkan pengecekan di lapangan, luas lahan terbakar di 34 provinsi telah mencapai 4.509,121 hektare. Namun tidak semua provinsi yangada di Indonesia mengalami kebakaran hutan. Daerah yang paling besar lahannyamengalami kebakaran adalah Sumatra Utara dengan 1.105,630 hektare.

Saat ini, lanjut Siti, sudah ada sejumlah daerah yang menyatakan darurat kebakaran hutan yakni, Kalimantan Tengah, Jambi, SumateraSelatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Daerah-daerah ini sudah siaga darurat dan menurunkan semua personil gunamenangani kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, Siti telah meminta Presiden Joko Widodo untuk segera melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan seluruh pemerintah daerah, khususnya daerah yang memang terdampak bencana ini.

Jika rakor ini tidak dilakukan secepatnya maka bisa jadi titik panas di daerah semakin banyak, karena keputusan pemerintah daerah dalam mengambil keputusan penanggulagan ini sangat penting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement