Ahad 06 Aug 2017 12:34 WIB

Apa Hak Imunitas yang Bisa Lindungi Viktor Laiskodat?

Viktor Laiskodat
Foto: Fraksinasdem.org
Viktor Laiskodat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Fraksi Nasdem DPR Ahmad Syahroni membela rekannya, Viktor Bungtilu Laiskodat, terkait ucapannya ketika melakukan reses di NTT. Syahroni menuturkan Vikctor dilindungi hak imunitas sehingga tidak bisa diajukan penuntutan atas pernyataannya ketika melakukan tugas. 

Syahroni menuturkan hak imunitas ini menjamin anggota DPR mengutarakan pendapat ketika melaksanakan tugasnya, termasuk ketika reses. Ketika reses, anggota DPR melakukan kegiatan di luar gedung DPR seperti melakukan kunjungan kerja di daerah pemilihan. 

Menurut Syahroni, hak ini dijamin dalam UUD 1945, Pasal 20A, ayat (3) serta dikuatkan dalam Pasal 224 Undang-Undang MD3. Karena itu, dia mengatakan, Viktor tidak dapat dikenakan sanksi apapun karena memiliki hak imunitas bersifat absolut mutlak. 

"Kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 (4) UUMD3, mengemukakan hasil rapat yang disepakati bersifat tertutup dan yang termasuk kategori rahasia negara meskipun makna teks rahasia negara masih berifat kabur tidak inperatif dalam UU," kata Syahroni dalam keterangan, Sabtu (5/8).

Pasal 20A ayat (3) UUD 1945 menyebutkan setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas. 

Hak imunitas termuat dalam tujuh ayat pada Pasal 224 UU MD3. Aturan itu mengamanatkan anggota DPR tidak dapat dituntut karena penyataan atau tindakannya ketika melakukan tugas. 

Undang-undang tersebut juga sudah mengatur tata cara pemanggilan anggota DPR yang diduga melanggar hukum lewat pernyataan atau sikapnya ketika melaksanakan tugas. Pemanggilan hukum harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

Proses pemberian izin memerlukan waktu maksimal 30 hari sejak permintaan dilayangkan kepada MKD. Jika MKD tidak mengizinkan maka surat pemanggilan hukum itu batal.

Selengkapnya ini bunyi Pasal 224 UU MD3 dilansir dari laman resmi DPR RI:

(1) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun

tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

(2) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR.

(3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

(6) Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut.

(7) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement