Jumat 04 Aug 2017 16:41 WIB

Air Mata dan Vonis Sepuluh Tahun Penjara

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Terdakwa pembunuhan, RA yang masih berusia 16 tahun mengikuti sidang terbuka putusan pembunuhan terhadap korban WB berusia 10 tahun dan ID 11 tahun di Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (3/8).
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Terdakwa pembunuhan, RA yang masih berusia 16 tahun mengikuti sidang terbuka putusan pembunuhan terhadap korban WB berusia 10 tahun dan ID 11 tahun di Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Perempuan bertubuh kecil dengan jilbab warna pink yang menutupi kepalanya memasuki ruang sidang utama Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya bersama rombongan keluarganya, Kamis (4/8). Perempuan yang masih berusia 15 tahun itu tengah menuntut keadilan atas kematian adiknya berinisial WD (10 tahun) oleh RA (16) yang menjalani sidang kemarin.

Tak banyak tindakan yang dilakukan perempuan bernama Cintami itu selama berlangsungnya sidang. Ia hanya berdiri di pojok pengadilan sembari menyaksikan jalannya sidang. Sesekali ia nampak menahan tangis. Tak berbeda pula dengan belasan keluarga korban lainnya yang berada di areal ruang sidang memandang dengan tatapan sedih. Suara tangis dengan volume pelan pun menghiasi jalannya sidang.

Bahkan salah seorang paman korban, Adi Gumilar nyaris pingsan. Beruntung, ia dipegangi oleh anggota keluarga lainnya untuk ditenangkan. Adalah Adi pula yang berteriak histeris usai persidangan. Ia hendak mendatangi RA untuk melampiaskan kekesalan. Tetapi dengan kesigapan polisi, aksi Adi bisa dihentikan.

"Mana dia (RA) sini, mana orangnya, jangan dilindungin, mana," teriaknya dengan lantang hingga mesti dipegangi aparat polisi, kemarin.

Aksi spontan Adi, berbanding terbalik dengan Cintami. Usai sidang, ia hanya berjalan perlahan meninggalkan gedung Pengadilan. Ketika coba diwawancarai, ia tak banyak berbicara. Hanya nampak air mata luluh di pipinya. "Hukumannya tidak adil, pengennya dihukum mati saja, itu baru pantas," ucapnya singkat.

Di sisi lain, ayah WD, Hendrik berada dalam kondisi lebih parah selama sidang. Ia hanya bisa menangis dan tatapan matanya pun kosong. Bahkan ia harus ditandu saat meninggalkan Pengadilan karena pingsan.

Drama kesedihan tersebut berawal dari pembunuhan RA terhadap WD di sungai Ciloseh, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya pada Jumat 30 Juni 2017. WD tewas mengenaskan usai menderita luka parah akibat dihantam batu dan sabetan golok RA. Tak hanya WD, ID yang menemani WD pun ikut menjadi korban. Tetapi beruntung ID masih bisa selamat dengan luka parah di leher karena tebasan golok.

Kasus ini pun menghebohkan warga Tasikmalaya sampai Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa hadir menjenguk keluarga WD dan ID. Setelah menjalani sidang selama tiga kali, yaitu pada 24 Juli, 27 Juli dan 3 Agustus, hakim tunggal Guse Prayudi menjatuhkan vonis hukuman selama sepuluh tahun terhadap RA. Meski dituntut dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, RA tak bisa dihukum lebih dari 10 tahun.

"Menyatakan RA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang berakibat luka berat," katanya dalam pembacaan vonis,

Ia menyebut, RA terbukti melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Tetapi atas dasar pertimbangkan pasal 81 ayat (6) UU Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA), maka terdakwa memperoleh keringanan. Selain pidana penjara, RA dijatuhi pidana pelatihan kerja selama setahun.

"Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama sepuluh tahun," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement