Kamis 03 Aug 2017 19:00 WIB

Bocah Pembunuh di Tasikmalaya Divonis 10 Tahun Penjara

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pengadilan Negeri Tasikmalaya menjatuhkan vonis penjara terhadap RA (16 tahun) selama 10 tahun atas pembunuhan terhadap bocah WD (10) dan kekerasan terhadap ID. Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantaran mempertimbangkan terdakwa yang masih berusia anak-anak.

"Menyatakan RA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang berakibat luka berat," kata hakim tunggal Guse Prayudi dalam pembacaan vonis, Kamis (3/8).

Ia menyebut, RA terbukti melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan hukuman minimal penjara 20 tajun. Tetapi atas dasar pertimbangkan pasal 81 ayat (6) UU Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA), maka terdakwa memperoleh keringanan. Selain pidana penjara, RA hanya diwajibkan menempuh pelatihan kerja selama setahun.

"Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama sepuluh tahun," ujarnya.

JPU Ahmad Sidiq mengapresiasi vonis yang dijatuhkan hakim karena sudah sesuai sama dengan tuntutan. Perbedaan hanya terletak pada lama waktu pelatihan kerja. Tetapi ia memandang justru lebih baik jika pelatihan kerja lebih lama agar terdakwa memperoleh kemampuan mumpuni ketika kembali ke masyarakat.

"Penjara jaksa tuntut 10 tahun, hakim kasih hukuman juga 10 tahun, jadi tidak ada yang berbeda antara keputusan dan tuntutan, kecuali pelatihan kerja jaksa minta 1 bulan, hakim setahun. Dari aspek pelatihan kerja lebih tinggi, semoga lebih baik," katanya.

Di sisi lain, ia menyadari bahwa vonis tersebut tentunya sulit diterima keluarga korban. Tetapi ia mengingatkan hakim tak bisa menjatuhkan hukuman lebih berat lagi dari itu karena adanya UU SPPA. "Tidak ada ruang yuridis untuk menghukum lebih tinggi," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement