REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, sore ini KPK akan menghadapi putusan sidang praperadilanmelawan mantan ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung terkait penetapan tersangkanyadi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Sore ini, 02 Agustus 2017, sidang praperadilan BLBI di PN Jaksel yang dipimpin Hakim tunggal direncanakan masuk agenda putusan," ujar Febri saat dikonfirmasi, Rabu (2/8).
KPK berharap, lanjut Febri, apa yang terjadi hari ini menjadi faktor yang memperkuat pengungkapan skandal BLBI. "Komitmen yang luar biasa diperlukan dari semua pihak agar kasus-kasus korupsi besar bisa diungkap," ujarnya.
Syafruddin melalui kuasa hukumnya, mengajukan gugatan atas penetapan tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi berharap kasus yang menjerat Syafruddin bisa terus bergulir hingga ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, untuk diperiksa pokok perkaranya. "Harapan kami adalah bahwa proses yang dilakukan oleh KPK terhadap kasus BLBI bisa diteruskan sampai di pemeriksaan sidang perkara pokok," kata Setiadi.
Sidang praperadilan Syafruddin sudah bergulir sejak Selasa (25/7) pekan lalu. Selama persidangan, ada tujuh poin sanggahan yang disampaikan Syafruddin melalui kuasa hukumnya. Dalam permohonannya, Syafruddin menyatakan kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI merupakan kasus perdata, yang bukan domain KPK.
Syafruddin menyebut, bahwa KPK tak bisa menangani kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 3,7 triliun itu lantaran UU KPK baru ada setelah proses penerbitan itu berjalan. Selain itu, dalam permohonannya, Syafruddin juga menilai kasus tersebut sudahkadaluarsa lantaran melewati batas waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP.
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini sejak pertengahan Maret 2017 lalu. Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam kasus ini lantaran menerbitkan 'surat sakti' untuk Sjamsul Nursalim.
Padahal, Sjamsul Nursalim, yang juga bos PT Gajah Tunggal Tbk itu masih memiliki kewajiban atas utang BLBI sebesar Rp 3,7 triliun dari total keseluruhan Rp 4,8 triliun. Sjamsul Nursalim baru membayar kewajiban itu sebesar Rp 1,1 triliun dari aset petani tambak Dipasena. Atas tindakan yang dilakukan Syafruddin tersebut negara ditaksir dirugikan hingga Rp 3,7 triliun.