REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memeriksa tingkat pencemaran Sungai Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyusul banyaknya laporan terkait pencemaran sungai tersebut.
"Saat ini kita sedang melakukan verifikasi dan pengambilan sampel air. Nanti akan kita ketahui bagaimana tingkat pencemaran," kata Staf Pengendalian Pencemaran Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Walgito di Karawang, Selasa (1/8).
Pihak KLHK saat datang ke Karawang melakukan pengambilan sampel air di Bendung Barugbug untuk memastikan tingkat pencemaran Sungai Cilamaya. Sigit menyatakan air sungai itu bau dan jika melihat fisik di Bendung Barugbug terindikasi adanya pencemaran. Tetapi untuk kepastiannya, dipastikan melalui uji laboratorium.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Karawang Wawan Setiawan menyatakan, pihaknya telah menurunkan tim untuk menyelidiki tingkat pencemaran di Bendung Barugbug. Langkah koordinasi juga akan segera dilakukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, untuk menangani permasalahan sungai Barugbug yang selama ini tidak pernah terselesaikan.
Sementara itu, sudah 10 tahun lebih warga di sekitar kawasan Bendung Barugbug, Desa Situdam, Kecamatan Jatisari, Karawang harus hidup dengan menahan bau busuk limbah industri. Bendung Barugbug merupakan bendung pembagi air sungai untuk kebutuhan irigasi pesawahan di Kecamatan Jatisari, yang mengandalkan sumber air dari Sungai Cilamaya yang berhulu di wilayah Kabupaten Subang dan Purwakarta dan Sungai Ciherang yang berhulu di Purwakarta.
Pembuangan limbah industri dari wilayah Purwakarta ke Sungai Cilamaya menyebabkan polusi sungai yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat di sekitar Bendung Barugbug. Salah seorang tokoh pemuda setempat, Bedi Sukarya mengakui selama 10 tahun terakhir, warga hidup dengan bau limbah dari Bendung Barugbug. Ia mengatakan kondisi sungai yang hitam pekat sering dilaporkan oleh warga kepada pihak pemerintah. Namun masalah pencemaran di Bendung Barugbug tersebut tidak pernah terselesaikan.
"Ada sekitar delapan perusahaan dari Purwakarta yang membuang limbahnya. Pabrik kertas dan tekstil yang buang limbah cukup parah," kata dia.