Selasa 01 Aug 2017 16:42 WIB
Cuaca dan Alih Fungsi Lahan Mengancam Garam Petani

Petani Garam 'Mati' di Lumbung Garamnya

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Petani memanen garam di lahan garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/7).
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol Kanci, Kabupaten Cirebon, Ahad (30/7).

IKM gulung tikar

Taufik menyebutkan, IKM yang sudah gulung tikar karena kesulitan garam diketahuinya ada 32 IKM. Dari jumlah itu, 25 IKM ada di Kabupaten Cirebon dan tujuh lainnya ada di Kabupaten Indramayu.

 

"(Puluhan IKM yang gulung tikar itu) ya merumahkan karyawannya," terang Taufik.

 

Taufik menyebutkan, jika satu IKM diasumsikan rata-rata memiliki jumlah karyawan 20 orang, maka sudah ada 640 karyawan yang kini kehilangan pekerjaan. Jumlah itu belum termasuk anggota keluarga dari pemilik IKM tersebut.

 

Namun,Taufik meminta, dengan sangat agar impor garam itu dihentikan saat menjelangpanen raya garam. Selain itu, impor hanya boleh dilakukan sesuai kebutuhan dan ada pengawasan yang ketat sehingga tidak merugikan petani garam.

 

"Kalau impor garam terus menerus, harga garam petani akan jatuh," kata Taufik.

 

Tak hanya terkendala cuaca, tambah Taufik, produksi garam di Kabupaten Cirebon juga terancam dengan banyaknya lahan tambak garam yang beralih fungsi. Di antaranya, untuk proyek PLTU Cirebon, yang disebutnya menghilangkan sekitar 600 hektare tambak garam.

 

Jika luas lahan berkurang, lanjut Taufik, maka produksi garam otomatis juga berkurang. Dia menyebutkan, selama ini produksi garam di Kabupaten Cirebon rata-rata 80 100 ton per hektare. Dengan hilangnya lahan sekitar 600 hektare, maka produksi garam yang hilang ada sekitar 48 ribu hingga 60 ribu ton.

 

Disinggung mengenai teknologi dalam pembuatan garam, Taufik mengakui, pemerintah pernah memberikan bantuan geo membran. Namun, bantuan itu datang pada September/Oktober 2015 sehingga petani garam tidak sempat menggunakannya. Ditambah lagi, sepanjang 2016, terjadi anomali cuaca yang membuat petani garam tidak berproduksi.

 

"Bantuan itu akhirnya malah banyak yang dijual atau dialihkan fungsinya untuk kepentingan lain, di antaranya untuk kandang ayam. Ini ironis sekali," ucap Taufik.

 

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Raden Cakra Suseno menambahkan, selain terkendala faktor cuaca dan alih fungsi lahan tambak garam, para petani garam di Kabupaten Cirebon juga banyak yang terjerat sistem ijon. Maksudnya, saat garam tidak berproduksi, mereka berhutang kepada tengkulak/pedagang besar. Namun sebagai syaratnya, mereka harus menjual garam kepada tengkulak/pedagang besar itu dengan harga rendah.

 

"Harus ada terobosan yang dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," tandas Cakra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement