Selasa 01 Aug 2017 16:42 WIB
Cuaca dan Alih Fungsi Lahan Mengancam Garam Petani

Petani Garam 'Mati' di Lumbung Garamnya

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Petani memanen garam di lahan garam desa Santing, Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (31/7).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani garam (ilustrasi)

Panen garam lebih dini

Abdullah baru bisa kembali mengolah lahan garam pada awal Juni 2017, saat masuk musim kemarau. Namun sayang, hujan yang sesekali masih turun di musim kemarau, membuat pengolahan lahan garam menjadi terkendala. Begitu pula pembentukan kristal garam. Pasalnya, hujan membuat tingkat salinitas air di dalam tambak menjadi rendah.

 

Abdullah akhirnya baru bisa menikmati panen perdana garam pada minggu ketiga Juli 2017. Dia pun bisa merasakan harga tinggi hingga Rp 3.000 per kg. Padahal biasanya, harga garam hanya dihargai Rp 200 hingga Rp 400 per kg.

 

"Saya pun tak perlu susah cari pembeli. Mereka datang sendiri ke tambak nyari garam," ujar Abdullah.

 

Untuk mengejar harga tinggi itu, Abdullah mengaku, melakukan panen dini garam. Apalagi, hujan saat ini masih sering tiba-tiba turun dan membuat panen garam menjadi gagal. Garam yang seharusnya dipanen dua minggu hingga lebih, kini lima hari pun sudah dipanen.

 

"Bahkan kalau lihat cuaca mendungdan garam di tambak sudah terlihat (meski belum lima hari), langsung saja dipanen walau belum waktunya," kata Abdullah.

 

Dari hasil panen dini itu, Abdullah mengaku hanya bisa memperoleh enam karung per kotak tambak dengan isi 50 kilogram garam per karung. Sedangkan dalam kondisi normal, hasil panen garam bisa mencapai 30 karung per kotak tambak.

 

Abdullah pun mengaku senang garamnya dihargai tinggi meski kualitasnya kurang bagus. Karena itu, saat mendengar pemerintah melakukan impor garam, dia sangat khawatir impor itu akan membuat harga garam petani menjadi jatuh.

 

Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat M Taufik, membenarkan produksi garam di Kabupaten Cirebon sangat tergantung pada kondisi cuaca. Dia menyebutkan, jika kondisi cuaca normal, maka Juli-Agustus seharusnya sudah mulai panen raya. Namun kenyataannya, saat ini, petani garam yang sudah panen masih sedikit.

 

Taufik pun mengakui, impor garam untuk saat ini memang tidak bisa dihindarkan. Pasalnya, banyak industri kecil menengah (IKM) yang berbahan baku garam, seperti misalnya pengrajin ikan asin, telur asin, dan garam meja, yang sudah gulung tikar karena kesulitan memperoleh garam.

 

"Impor saat ini malah terlambat. Waktu 2010 juga kondisinya pernah seperti ini, tapi pemerintah cepat bertindak sehingga tidak terjadi kelangkaan garam seperti sekarang," ujar Taufik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement