Senin 31 Jul 2017 22:20 WIB

Kurikulum Pendidikan Vokasi Disesuaikan dengan Dunia Kerja

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pendidikan Vokasi (ilustrasi)
Foto: www.pnj.ac.id
Pendidikan Vokasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR -- Universitas Indonesia (UI) menggelar '2nd International Conference of Vocational Higher Education (ICVHE)' di Sanur Paradise Hotel, Bali. Direktur Program Pendidikan Vokasi UI, Sigit Pranowo Hadiwardoyo mengatakan pendidikan vokasi di Indonesia menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja saat ini.

"Program Pendidikan Vokasi UI mendukung pemerintah mempersiapkan tenaga kerja siap pakai yang sesuai dengan kebutuhan industri," kata Sigit, Jumat (28/7).

Pendidikan Tinggi Vokasi, kata Sigit tidak terbatas pada bidang manufaktur, namun juga multibidang, seperti humaniora, kesehatan, dan keuangan. Pendidikan Tinggi Vokasi UI berupaya memperkuat lulusannya dengan sertifikasi profesi dan kurikulum mumpuni.

UI bersama perguruan tinggi lain yang tergabung dalam Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia (FPTVI) mencoba meningkatkan kualitas pendidikan vokasi dalam negeri. Sigit mencontohkan masih banyak program diploma diperlakukan seperti pendidikan sambilan yang menempel ke program akademik.

Prinsip pendidikan vokasi adalah 30-40 persen teori, 60-70 persen praktik. Sebuah mata kuliah terdiri dari tiga satuan kredit semester (SKS), maka kurikulumnya disusun 50 menit teori dan 340 menit praktik. Ini berarti satu mata kuliah diselesaikan tujuh jam per pekan, berbeda dengan mata kuliah di program akademik sarjana.

Ini yang bisa membuat pendidikan vokasi diploma tak bisa pindah jalur lagi ke S1 sebab lulusannya lebih matang. Sigit mengatakan aturan ini sudah jelas, tinggal menjalankannya.

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas di Kementerian Tenaga Kerja, Bambang Satrio Lelono mengatakan pembangunan SDM sangat penting dalam pengembangan bangsa. Langkah yang bisa dilakukan lembaga dan program pendidikan adalah menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan pasar.

Data Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menunjukkan Indonesia setiap tahunnya mencetak sekitar 750 ribu lulusan pendidikan tinggi. Mereka siap masuk pasar kerja, sehingga perlu menjadi lulusan yang kuat dan relevan secara substansi.

"Kurikulum dan proses belajar mengajar dirancang dan didesain sesuai kondisi riil sosial masyarakat saat ini," katanya.

Bambang mencontohkan manajer hotel berbintang di Indonesia mempunyai tugas relatif sama dengan manajer hotel berbintang di Malaysia, Singapura, dan negara-negara Eropa. Ini membuat lulusan perlu mendapatkan pengalaman di bidang teknologi dan pola kerja relatif sama untuk sebuah jabatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement