REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya menilai perlu ada batasan moral dalam menyikapi adanya rencana penurunan pajak hiburan dalam pembahasan perubahan Perda Pajak Daerah di Kota Pahlawan itu.
Ketua PCNU Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri, di Surabaya, Jumat (28/7), mengingatkan agar persoalan moralitas menjadi salah satu koridor pengambilan keputusan utamanya terkait rencana menurunkan pajak hiburan. "Jika pajak hiburan diturunkan maka otomatis akan menaikkan daya jangkau masyarakat untuk menikmati tempat hiburan yang selama ini bukan rahasia umum memiliki aspek kemaksiatan baik prostitusi, minuman keras maupun perjudian," ujar dia.
Menurut dia, sampai saat ini pembahasan Perda Pajak Daerah masih belum jelas kapan terselesaikan. Bahkan, isu yang mencuat saat ini menyebut pembahasan Perda Pajak Daerah macet di pasal pajak hiburan.
Untuk itu, ia menerangkan, pembahasan Perda Pajak Daerah, khususnya pajak hiburan, harus tetap komprehensif dengan memperhatikan potensi-potensi dekadensi moral masyarakat. Menurut dia, NU masih tetap berpandangan penurunan pajak hiburan bakal memperbesar kesempatan masyarakat untuk mendatangi tempat hiburan yang rentan maksiat
Ia mengatakan besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak akan pernah seimbang dengan potensi kerusakan moral kalau pajak hiburan diturunkan. Semakin terbukanya tempat-tempat maksiat akan menambah ruang bagi masuknya pengaruh negatif masyarakat utamanya generasi muda.
"Sekarang saja kita cukup repot dengan semakin terbukanya arus informasi yang berdampak negatif bagi pembangunan moral generasi muda, apalagi ditambah semakin murahnya tempat-tempat maksiat, bagaimana nasib generasi mendatang," kata dia.
Untuk itu, Muhibbin mengimbau agar legislatif tetap menolak rencana penurunan Pajak Hiburan. Sejauh ini sudah ada komunikasi informal dari NU dengan legislatif yang memiliki kedekatan organisasi ataupun individual.
Muhibbin menambahkan, NU sudah menyuarakan kekhawatiran semakin besarnya dekadensi moral kalau tempat-tempat maksiat semakin terjangkau oleh kantong masyarakat. "Kami sudah berkomunikasi secara informal terutama dengan kader NU maupun legislator. Kami sudah sampaikan kekhawatiran dampak negatif penurunan pajak hiburan ini pada mereka. Kalau formal memang belum, kita tunggu saja," ujar dia.
Ketua Pansus Raperda Pajak Daerah DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menilai besaran pajak hiburan yang akan ditetapkan di Kota Pahlawan ini tidak semua naik, tetapi ada yang tetap maupun penurunan. Menurut dia, pertimbangan menaikkan dan menurunkan pajak salah satunya adalah untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
"Selain itu, melihat adanya multi player effect. Ada dampak positifnya, hal itu berkaitan dengan sarana olahraga, peningkatan kreativitas warga Surabaya. Bahkan juga ada nilai negatifnya, yakni dipakai judi dan maksiat," ujarnya.
Di satu sisi, Herlina menerangkan, Pansus Raperda Pajak Daerah menginginkan agar PAD Surabaya mengalami kenaikan. Di sisi lain, ingin Surabaya lebih semarak dengan kegiatan positif.
Ia mengatakan pajak RHU berupa karaoke dewasa tidak akan turun, sedangkan untuk pajak billyard diperkirakan naik. "Karaoke tidak, sedangkan tempat billyard direncanakan naik, kalau bisa setinggi-tingginya," ujar Herlina.
Herlina menerangkan rencana kenaikan tarif tempat bilyard karena beberapa kepentingan, salah satunya karena bisa menjadi sarana perjudian. "Kan itu tidak hanya olahraga, bisa jadi dipakai judi, juga ada score girl-nya," ujarnya.
Sedangkan beberapa tempat yang dipertimbangkan pajaknya turun adalah lapangan futsal, pameran seni budaya, tempat bowling dan lainnya. "Ini belum final, apa saja yang naik dan turun, pansus saat ini masih mempertimbangkan," kata Herlina.