REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penggrebekan pabrik beras di Bekasi berbuntut panjang. Bukan saja tidak kunjung menetapkan tersangka, tapi kini diduga ada maladministrasi dalam penggrebekan yang dilakukan satuan tugas (satgas) pangan tersebut.
"Kami melihat (ada) potensi maladministrasi prosedur hukum yang dilakukan dalam penggrebekan," ujar Wakil Ketua Ombudsman RI Lely Pelitasari Soebekti, di Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (27/7).
Karena adanya dugaan tersebut, maka pagi ini Ombudsman telah mengajak Bareskrim Polri serta Kementrian Perdagangan dan KPPU untuk duduk bersama. Pihaknya ingin meminta dan melakukan pendalaman kasus yang saat ini menjadi sorotan masyarakat banyak.
Beberapa hari lalu, dia mengatakan, juga telah dimintai keterangan PT Indo Beras Unggul (PT IBU) selaku pihak yang dituduhkan dan dirugikan dalam kasus ini. Kemudian pihak Kementerian Pertanian, Bulog, dan Kemensos yang konsen dalam kasus beras ini.
Pendalaman-pendalaman yang dilakukan terangnya guna untuk melihat latar belakang dan dasar hukum atas lahirnya keputusan untuk melakukan penggrebekan kepada PT IBU. Dia juga ingin melihat sekaligus menguji terkait dengan definisi beras premium dan medium serta total kerugian negara.
"Kita akan uji kebijakannya, adakah miss di sana yang membuat masyarakat resah dan simpang siur informasi definisi beras premium, medium, info kerugian. Kita coba lihat verifikasi dan validasi terkait bisnis beras maupun hitung-hitungannya secara ekonomi," ungkapnya.
Untuk diketahui, Bareskrim Polri bersama dengan Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan dan KPPU telah melakukan penggrebekan pada pabrik beras milik anak usaha PT Tiga Pilar Sejahterah (PT TPS). PT IBU diduga telah melanggar pasal 141 jo Pasal 89 UU RI No 18 Tahun 1992 tentang pangan, Pasal 8 huruf e UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan konsumen dan Pasal 382 bis KUHP tentang perbuatan curang.