Rabu 26 Jul 2017 01:52 WIB

Presiden Bahas Dua Proyek Kereta Cepat

Petugas sedang meratakan tanah di lokasi ground breakig Kereta Api Cepat, Jakarta-Bandung di Ciwalini Kabupaten Bandung.
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Petugas sedang meratakan tanah di lokasi ground breakig Kereta Api Cepat, Jakarta-Bandung di Ciwalini Kabupaten Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas dengan sejumlah menteri, membahas dua proyek kereta cepat yaitu untuk Jakarta-Bandung, dan Jakarta-Surabaya. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo meminta detail pembiayaan antara Indonesia dan China. Proyek ini dikerjakan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

"Presiden minta didetailkan kembali karena proyek ini B to B, kemarin kesepakatannya kan 60:40, dengan 60 (persen) risiko (ditanggung) Indonesia. Kenapa Indonesia tidak 10 persen dan 90 persen China untuk memperkecil risiko? Seminggu diminta Pak Luhut untuk menghitung kembali dengan bu Rini," kata Basuki.

Perhitungan TOD itu diminta didetailkan karena kereta cepat ini diperkirakan baru akan untung setelah 15 tahun.

"Kedua soal teknis, bagaimana dengan kondisi geologi kegempaan, tapi itu sudah diatasi komisi keamanan apakah melalui jembatan panjang dan terowongan, tapi tadi tidak ada keputusan," tambah Basuki.

Namun Basuki tetap optimis proyek kereta cepat Jakarta-Bandung itu tetap akan selesai.

"Suatu proyek infrastruktur biasanya dikerjakan oleh pemerintah sementara ini B to B, jadi ini perhitungannya lebih ketat namun semua optimis termasuk Pembahasan lahan menurut laporan sudah 55 persen dari 600 hektar," ungkap Basuki.

Sedangkan soal kereta cepat Jakarta-Surabaya, menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi masih dalam tahap kajian yang dipimpin oleh Menko bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan.

"Kereta cepat Jakarta-Surabaya sedang studi, Pak Luhut yang pimpin termasuk apakah menggunakan listrik tempat lama atau baru, dan mitra kerja itu Jepang memiliki preferensi, tapi bukan semata-mata Jepang. Kita harapkan jepang punya visibilitas yang bagus, kalau Jepang tidak feasible bisa juga negara lain," kata Budi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement