REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Sejumlah warga mengeluhkan kian sulitnya memperoleh garam beryodium di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Kesulitan akibat pasokan yang terus berkurang sehingga menyebabkan beberapa kios pengepul tutup sejak beberapa pekan terakhir.
"Di pasar besar, kios-kios pengepul sudah pada tutup. Mencarinya harus mengecer di warung atau toko kecil di pelosok desa/kota namun harganya biasanya sudah melambung," tutur Usmiatun, warga Tulungagung, Selasa (25/7).
Tak hanya kalangan ibu rumah tangga yang mulai kerepotan dengan langka dan mahalnya harga garam yodium. Sejumlah usaha kecil menengah produk makanan/minuman olahan yang salah satu bahan bakunya bergantung ketersediaan garam yodium di pasaran, seperti ikan asin, telur asin, hingga es krim, mengeluhkan hal serupa.
"Masih bisa dapat kalau keliling warung-warung di pinggiran, namun harganya sudah naik dua kali lipat," kata Suprihatin, pedagang es puter atau es krim.
Menurut pengakuan salah satu pedagang garam di pasar Ngemplak, Miftahul Huda, kelangkaan garam disebabkan pasokan yang terhenti. Kalaupun ada kiriman dari produsen atau distributor besar, kata Miftahul, volumenya jauh dari kebutuhan pasar sehingga memicu kenaikan berlipat harga garam.
"Garam yodium yang dulunya seharga Rp 1.500 per biji/bungkus kini bisa dijual mulai Rp 2.500 hingga Rp 5.000, yang dulunya Rp 3 ribu bahkan bisa naik dua kali lipat menjadi Rp10 ribu," ujarnya.
Di pasar tradisional "Ngemplak" dan Pasar Wage yang ada di pusat kota Tulungagung, beberapa kios pengepul garam informasinya sudah tutup sejak tiga pekan terakhir. Penyebabnya, kios-kios pengepul garam itu tidak mendapat pasokan bahan baku perasa asin tersebut dari distributor/produsen garam sehingga pemilik kios memilih melakukan usaha lain yang menghasilkan uang.