Senin 24 Jul 2017 20:52 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR tak Sahkan Perppu Ormas

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Perppu Ormas (ilustrasi)
Perppu Ormas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak atas kebebasan berserikat bukan hanya esensial bagi individu dan masyarakat, tetapi juga menjadi komponen politik penting bagi berjalan baiknya demokrasi di sebuah negara. Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPR untuk tidak mengesahkan Perppu tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).

"Pembubaran Ormas oleh pemerintah memberangus kebebasan berserikat dan berkumpul. Sehingga, menjadi ancaman serius bagi kehidupan demokrasi dan negara hukum," ungkap Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mewakili Koalisi Masyarakat Sipil dalam jumpa pers yang digelar di kantor KontraS, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Senin (24/7).

Padahal, kata mereka, kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat adalah hak yang dilindungi konstitusi. Kebebasan ini, selain menjadi esensial pada individu dan masyarakat, juga merupakan komponen politik penting dari baik atau tidaknya demokrasi berjalan di suatu negara. Kebebasan juga disebutkan sebagai jantung dari demokrasi.

Yati mengatakan, kebebasan itu juga terkait erat dengan kebebasan dan hak asasi lainnya, seperti kebebasan berpendapat dan berekspresi, berkumpul, berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Lebih jauh, kebebasan ini juga berfungsi sebagai sarana bagi setiap orang dan kelompok untuk menjalankan dan memperjuangkan hak-hak asasi mereka.

"Baik itu hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya," tutur Yati.

Oleh sebab itu, Perppu No. 2/2017 dinilai akan menjadi ancaman bagi seluruh gerakan masyarakat sipil. Baik itu organisasi buruh, organisasi petani, organisasi jurnalis, kelompok antikorupsi, kelompok pegiat hak asasi manusia, kelompok pejuang ysta pemerintah yang demokratis, dan organisasi lainnya.

"Itu karena pemerintah dapat membubarkan organisasi masyarakat sipil dengan alasan-alasan yang karet dan adanya sanksi pidana," kata dia.

Perppu tersebut juga dianggap tak akan menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Tetapi, justru akan menambah kerumitan dan masalah baru bagi persoalan kebebasan beragama di Indonesia. Dengan Perppu Ormas, kata dia, pemerintah secara sepihak dapat membubarkan Ormas yang dianggap menodai agama disertai dengan sanksi pidana.

"Baik itu atas inisiatif pemerintah sendiri maupun atas laporan masyarakat," ujar dia.

Dengan begitu, mereka mendesak agar DPR menolak pengesahan Perppu Ormas. Selain karena proses pembentukannya bermasalah, substansi Perppu Ormas juga bermasalah dan hanya DPR yang memiliki kewenangan menerima atau tidak Perppu tersebut.

Dalam pembahasan Perppu, kata Yati, DPR tidak memiliki kewenangan mengubah pasal perpasal dari Perppu Ormas. Berbeda dengan pembahasan revisi atas UU di mana DPr memiliki kewenangan untuk mengubah pasal-pasal yang dipandang bermasalah.

"Karena itu kami meminta agar DPR menolak pengesahan Perppu Ormas," jelas Yati.

Yati mengatakan, penolakan terhadap Perppu Ormas oleh pihaknya bukanlah untuk membela kepentingan golongan dan kelompok tertentu. Tetapi semata-mata karena untuk menyelamatkan negara demokrasi dan negara hukum itu sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement