REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Harga komoditas singkong saat ini jatuh hingga titik terendah, Rp 450 per kilogram (kg). Akibatnya, sejumlah petani singkong di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, enggan memanen singkong gajah milik mereka.
Imbang Sunardi, petani singkong organik di Tulungagung, Senin (24/7), mengungkapkan harga itu jauh dari ambang batas normal harga singkong yang sebelumnya sempat di kisaran Rp 1.200 per kg.
Bersama beberapa koleganya, Imbang mengaku memiliki bisnis pertanian singkong seluas 25 hektare di wilayah Tulungagung selatan. Namun akibat harga jenis ubi-ubian tersebut turun selama 1,5 tahun terakhir, Imbang mengaku memilih tidak memanen singkong gajah miliknya.
Padahal, tanaman singkongnya telah memasuki masa panen umur delapan bulan. "Harga itu untuk ganti ongkos buruh panen dan angkutan dari lokasi ke titik distribusi penjualan saja tidak cukup. Mending dibiarkan saja sambil menunggu harga membaik," jelasnya.
Senada dengan Imbang, petani singkong gajah lain bernama Herman juga mengeluhkan hal serupa. Tanaman singkong gajah miliknya seluas 12 hektare di daerah Sidem, Tulungagung, saat ini hanya dipanen separuhnya saja, dipilih tanaman yang lokasinya dekat akses jalan.
"Sisanya tidak dipanen karena hitung-hitungannya tidak `nyucuk`, besar pasak daripada tiang alias merugi," ujarnya.
Keduanya mengaku tidak mengetahui persis penyebab jatuhnya harga singkong yang berkepanjangan tersebut. Herman dan Imbang Sunardi hanya berspekulasi bahwa kondisi tidak menguntungkan tersebut diduga dipicu oleh membanjirnya tepung serta ketela impor dari beberapa negara Asia Tenggara lain, seperti Vietnam dan Thailand.
"Beberapa pabrikan tepung nasional juga gulung tikar akibat tidak ada pasokan singkong. Petani enggan panen dan kirim singkong jika harga tidak menguntungkan," kata Herman.