Sabtu 22 Jul 2017 13:24 WIB

PKB Dukung PT 20 Persen untuk Jaga Kesolidan Koalisi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) didampingi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy (kanan) memberikan keterangan kepada awak media seusai rapat kerja dengan Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7) malam.
Foto: Mahmud Muhyidin
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) didampingi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy (kanan) memberikan keterangan kepada awak media seusai rapat kerja dengan Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy mengatakan alasan partainya mendukung ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20-25 persen demi menjaga soliditas koalisi partai pendukung pemerintah. Koalisi partai pendukung pemerintah menyepakati opsi Paket A dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (RUU Pemilu)

Paket A yang didukung lima fraksi Partai Golkar, PDIP, Nasdem, Hanura dan PPP tersebut berisi poin ambang batas pencapresan dalam  yakni 20 persen kursi di DPR dan 25 persen suara sah secara nasional. "Kalau gini, mau tidak mau, kan bagi PKB, garis politik PKB itu kan pemerintah, ya, termasuk yang kita imani," ujar Lukman dalam diskusi di Menteng, Jakarta pada Sabtu (22/7).

Namun, Lukman mengatakan, PKB sudah berupaya merayu pemerintah dan partai pendukung pemerintah terkait argumentasi opsi jalan tengah yakni 10-15 persen. "Sebenarnya nggak last minute juga, kami itu kan berusaha rayu pemerintah mulai dari awal ketika pemerintah tetap di 20 persen kami merayu dengan berbagai argumentasi," ujar Lukman.

PKB mengajukan argumentasi mulai dari soal perdebatan konstitusional, masalah persoalan partai kecil dan menengah. Namun, ia mengatakan, sikap pemerintah dan juga partai koalisi tetap kukuh di angka 20-25 persen. 

Ia juga membantah perubahan sikap PKB karena khawatir dikeluarkan dari koalisi partai pendukung pemerintah atau dicabut kursi menteri PKB dari kabinet kerja pemerintahan Jokowi-JK.

"Coba di-trackking sikap NU dan PKB selama ini, yang namanya negara atau pemerintah itu harus kita ikuti," ujar Ketua DPP PKB tersebut.

Selain itu, Lukman juga mengungkap pemerintah berhasil menyakinkan PKB melalui kajian hukum tata negaranya menjamin penerapan presidential threshold 20-25 persen adalah konstitusional. Pemerintah juga menjamin presidential threshold merupakan open legal policy (kebijakan hukum terbuka) sehingga memungkinkan pembuat undang-undang untuk mengatur norma tersebut.

Selain itu, pemerintah menjamin ambang batas pencapresan tidak diatur secara eksplisit dalam putusan MK terkait penyelenggaran pemilu serentak. "Ketika pemerintah memberikan itu dengan kajian-kajian hukumnya, kami bisa terima sehingga kemudian perdebatan asas konstitusionalitas, PKB anggap tak jadi masalah karena dijamin pemerintah," kata Lukman. 

Sikap fraksi PKB selama pembahasan Rancangan Undang Undang Pemilu berbeda sikap dengan koalisi partai pendukung pemerintah maupun koalisi partai di luar pemerintahan. PKB menginginkan opsi D atau jalan tengah dengan ambang batas presiden: 10/15 persen, ambang batas parlemen: lima persen, sistem pemilu: terbuka, besaran kursi: 3-8, metode Konversi suara: saint lague murni.

Namun, PKB sepakat dengan opsi A dalam pengesahan RUU Pemilu menjadi UU pada rapat paripurna, Jumat (21/7) dini hari. Opsi A yakni ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen ambang batas parlemen empat, sistem pemilu terbuka, metode konversi suara sainta lague murni dan alokasi kursi per dapil 3-10. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement