REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Profesor Sangkot Marzuki mengapresiasi kemampuan ilmuwan muda dalam negeri di Indonesian-American Kavli Frontiers of Science (KFoS) Symposium, Jumat (21/7). Menurut dia, pemaparan hasil penelitian ilmuwan muda Indonesia dapat disejajarkan dengan ilmuwan muda dari Amerika Serikat yang hadir dalam seminar tersebut. "Para ilmuwan muda kita berada di jalan yang benar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan," katanya.
Sangkot mengatakan, kemampuan ilmuwan muda Indonesia tidak kalah dengan kolega mereka dari Amerika Serikat. Meskipun iklim penelitian di Indonesia belum bisa dikatakan ideal, terutama dari segi pendanaan.
Berdasarkan pemaparan dari sejumlah pembicara asal Indonesia selama KFoS berlangsung, memang terdapat perbedaan yang nyata terlihat dalam karya-karya ilmiah yang dihasilkan oleh ilmuwan muda kedua negara tersebut. Hal itu, kata dia, bukan disebabkan oleh perbedaan kualitas peneliti Indonesia dan Amerika Serikat, tapi menunjukan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan tak bisa diserahkan kepada masing-masing ilmuwan.
Karena itu, diperlukan adanya dukungan sistemik baik dari segi pembiayaan, peralatan, penelitian maupun sumber daya manusia peneliti yang berkualitas di Indonesia, guna bisa menciptakan critical mass yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
"Ilmuwan Indonesia sulit melakukan penelitian mendasar yang akan menghasilkan ilmu pengetahuan baru, padahal itulah yang akan berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan dan inovasi," katanya.
Masalah mengenai pendanaan penelitian juga sempat diungkapkan oleh Hawis Madduppa dari Institut Pertanian Bogor saat menyampaikan makalahnya di seminar KFoS pada hari pertama, 19 Juli 2017. Hawis yang saat itu menyampaikan hasil studinya dalam mempelajari genetika populasi fauna laut, termasuk koral, ikan dan spesies lainnya di perairan Indonesia, menyatakan banyak tantangan yang dihadapi oleh ilmuwan Indonesia yang tak dirasakan oleh kolega mereka di Amerika Serikat.
Kendati demikian, ilmuwan Indonesia tetap bisa mengatasinya dan menghasilkan penelitian yang berkualitas. "Memang dana kita sangat terbatas, mungkin hanya 10 persen dari yang digunakan oleh ilmuwan negara lain. Padahal itu sangat penting untuk merekrut mahasiswa, menggaji tim peneliti yang sudah bergelar master atau doktor, dan melakukan penelitian komprehensif dengan banyak sampel," katanya.