REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Brawijaya Malang, Anang Sudjoko menilai serangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui akun Instagram resminya sebagai tindakan tak beretika. Bahkan pengamatannya, tindakan semacam itu sudah berkali-kali. Hal ini menunjukkan bagaimana etika, pejabat-pejabat negara sedang mengalami krisis moral.
"Kalau saya amati sebenarnya mereka itu tahu aturan, tahu beberapa risiko ketika melakukan sesuatu itu tetapi landasan-landasan moralnya menipis," keluh Anang, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (21/7).
Kemudian juga ada desakan-desakan yang sifatnya lebih emosional dan politis. Sehingga, kata Anang, mereka lebih mengumbar perilaku-perilaku yang sebetulnya tidak baik dijadikan panutan untuk rakyat. Apalagi itu sudah masuk ke ranah media sosial yang mudah diakses oleh siapa pun.
"Banyak generasi muda yang mengakses ke sana yang kalau mereka membuat itu sebagai panutan mau jadi apa negara kita," tegasnya.
Anang menambahkan, kewibawaan atau marwah sebagai lembaga negara yang harusnya dihormati. Tapi dengan perilaku-perilaku semacam itu akan membuat marwahnya hilang. Apalagi saat ini kepercayaan publik kepada lembaga negara ini sudah mengkhawatirkan. Seharusnya, lanjutnya, para pejabat justru berlomba-lomba merebut kembali kepercayaan rakyatnya, bukan sebaliknya.
Selain itu para pejabat yang terhormat tersebut tidak hanya menaati regulasi atau aturan yang ada, tapi juga etika. Karena, jelas Anang, regulasi itu diperlukan ketika etika atau sanksi sanksi moral sudah tidak bisa bekerja. "Saat ini makin banyak aturan artinya makin banyak terjadi pelanggaran, terutama sudah tidak peduli lagi dengan etika yang ada," tutup dosen Fisip Universitas Brawijaya (UB) Malang.