Kamis 20 Jul 2017 17:35 WIB

Kapolri Sebut Masih Ada Narkoba di dalam Kapal Wanderlust

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyampaikan keterangan kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/7).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyampaikan keterangan kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, kemungkinan masih ada narkoba jenis lain di dalam Kapal Wanderlust. Ia mengungkapkan, telah memerintahkan jajarannya untuk mencari narkoba yang disembunyikan di dalam kapal.

"Sekarang juga masih ada barang narkoba jenis lain di dalam kapal itu yang mungkin diselipkan, oleh karena itu sekarang (kapal masih) diperiksa secara detail," ujarnya di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).

Mantan Kapolda Metro Jaya ini juga menjelaskan perihal penyelundupan narkoba sebanyak satu ton di dalam kapal Wanderlust merupakan pengungkapan terbesar dalam kasus narkoba. Sebelumnya, kata dia, pengungkapan besar juga pernah dilakukan oleh Polda Metro Jaya sebanyak 900 kg dan BNN 800 kg narkoba.

"Tapi ini yang terbesar, satu ton narkoba dan ini melibatkan sindikat dari Taiwan dan menggunakan jalur laut, ini yang menariknya," jelasnya.

Mantan Kepala Densus 88 ini juga memaparkan jalur laut yang dilewati oleh Kapal Wanderlust dalam menyelundupkan satu ton sabu. Yakni dari Taiwan kemudian Laut Cina Selatan menuju Johor Malaysia, selanjutnya masuk ke Selat Malaka dan mengambil barang di perairan Myanmar.

"Setelah itu (kapal) menyusuri pantai barat sehingga masuk Selat Sunda dan Anyer dan di situ setelah droping dilaksanakan kemudian kapal ini bergerak lagi ke Laut Jawa, Selat Karimata dan kemudian lewat Batam," jelasnya.

Tito berharap kerja sama antarinstansi ini dapat memotong suplai-suplai narkoba. Serta tujuan utama Polri dalam menindak bandar-bandar asing ini dapat didengar dan memberikan efek jera agar bandar-bandar asing tidak menyepelekan hukum Indonesia.

"Mungkin di Singapura keras UU-nya, di Malaysia juga keras, di Filipina tindakan tegas keras di sana. Akhirnya mereka melihat (Indonesia) selain memang potensial market, kita mungkin dianggap lemah untuk bertindak, hukum kita dianggap lemah, sehingga mereka merajalela di Indonesia," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement