Rabu 19 Jul 2017 22:45 WIB

Penggabungan Sekolah di Semarang Disebut Demi Mutu

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Siswa-siswi Sekolah Dasar bermain di halaman di sekolahnya. (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Siswa-siswi Sekolah Dasar bermain di halaman di sekolahnya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Penggabungan beberapa satuan pendidikan (regrouping) yang di wilayah Kabupaten Semarang dilakukan bukan tanpa alasan. Langkah ini ditempuh dengan pertimbangan untuk menjaga mutu pendidikan.

Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Semarang, Sugiyarta mengatakan, regrouping beberapa satuan pendidikan menjadi sebuah keharusan. Ini dilakukan bukan sekedar alasan efektifitas belajar saja.

Namun karena banyak aspek yang bermuara pada kualitas pendidikan. “Dan ini bisa dilakukan setelah melalui berbagai pertemuan yang melibatkan stakeholder pendidikan yang ada,” ungkapnya di Ungaran, Kabupaten Semarang, Rabu (19/7).

Menurutnya, salah satu pertimbangan itu adalah rasio jumlah rombongan belajar (rombel) yang ada pada satuan pendidikan. Sejauh ini, rasio guru terhadap rombel di Kabupaten Semarang masih bisa dikatakan ideal. Namun di lapangan situasinya berbeda.

Terkait dengan persebaran guru masih menjadi persoalan. Di wilayah Kabupaten Semarang –diakuinya— masih ada sekolah yang mengalami kekurangan pengajar akibat persebaran yang kurang merata.

Di sisi lain, yang pengajarnya lengkap namun jumlah rombel dalam satuan pendidikan kurang juga masih ada. “Itulah sebabnya, regrouping satuan pendidikan ini harus dilakukan,” ungkapnya.

Apalagi, masih jelas Sugiarta, Peraturan Pemerintah (PP) 74 tahun 2008 mengamanatkan, guru harus memiliki kualifikasi akademik yang secara formal yang ditentukan melalui sertifikasi pendidik.

Sementara rasio jumlah rombel dalam satuan pendidikan juga diperhitungkan dalam tunjangan sertifikasi, tanpa harus memandang geografis wilayah, desa atau kota bahkan daerah terpencil maupun perkotaan sekalipun.

Ia mencontohkan, untuk guru sekolah dasar (SD) dan sederajat ada ketentuan rasio minimal jumlah rombel 20 : 1. “Di mana satu guru harus mengajar setidaknya 20 orang peserta didik,” jelasnya.

Yang perlu dipahami juga, lanjut Sugiarta, regrouping hanya dilakukan untuk sekolah- sekolah yang berada dalam lingkungan yang berdekatan. Tidak mungkin sekolah (SD) yang ada di Kecamatan Bringin di-regrouping dengan sekolah yang ada di Ambarawa.

Artinya ada pertimbangan- pertimbangan mendasar yang menjadi aspek dilakukannya regrouping ini. Namun semuanya bakal bermuara kepada mutu dan kualitas pendidikan yang lebih baik.

Terkait dengan persebaran pengajar ini, Dewan Pendidikan Kabupaten Semarang sangat mengharapkan Pemerintah secepatnya menghentikan moratorium perekrutan pengajar. Sebab saat ini guru- guru era sekolah Inpres dulu sebentar lagi sudah akan masuk masa pensiun.

Bahkan jumlah pengajar yang akan memasuki masa purna tugas ini cukup banyak. “Kalau jumlah guru yang pensiun ini jumlahnya cukup banyak, lalu siapakah nanti yang akan mengajar anak- anak kita,” katanya.

Sementara itu, data Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang daerah ini masih mengalami kekurangan 900 guru SD. Ini dialami satuan pendidikan SD yang ada di hampir 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang.

“Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang telah menyiasati kekurangan pengajar ini dengan mengoptimalkan tenaga honorer dan jumlah guru yang ada,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement