REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru saja menerima pengaduan masyarakat terkait dugaan muatan pornografi dalam fitur hiburan maskapai Garuda Indonesia (GI). KPAI masih mendalami laporan atas pengaduan tersebut, serta akan segera adakan pertemuan dengan pihak maskapai.
"KPAI telah menerima pengaduan masyarakat yang berisi pelaporan adanya penayangan video dengan konten pornografi, yang diputar di pesawat Garuda Airlines. Video tersebut justru ditempatkan dalam kelompok untuk anak-anak," ujar Ketua KPAI, Asrorun Niam.
Asrorun mengapresiasi kepedulian masyarakat dalam menjamin perlindungan anak dan menyampaikan pengaduan atas aktivitas yang melanggar perlindungan anak. Konten pornografi ditemukan masyarakat dalam film kartun berjudul 'Justice League'. Video tersebut berada dalam kelompok Video Anak bersama dengan 14 film lainnya.
Film kartun animasi "Justice League" ini menggambarkan tokoh-tokoh super hero yang memiliki kekuatan super untuk melawan ketidakadilan. Namun, di tengah jalan cerita, ada adegan pornografi yang sangat tidak pantas disaksikan anak-anak. Video ini disaksikan dalam penerbangan Jakarta-Surabaya Flight GA0325.
"Dari pendalaman ditemukan bahwa fitur hiburan yang disajikan oleh Garuda Indonesia terdapat 14 film yang dikelompokkan dalam kategori kids atau anak. Kesemuanya film asing. Tak satupun film Indonesia. Terkonfirmasi, film tersebut tersedia pada penerbangan Garuda, baik domestik maupun internasional," papar Asrorun saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/7) sore.
Dalam film berdurasi 23 menit itu, terdapat adegan pornografi pada dua bagian, yakni pada menit 15.08 dan menit 16.28 sampai 16.37. Konten pornografi berdampak serius bagi anak, sehingga KPAI meminta kepada Direksi Garuda Indonesia agar melakukan langkah-langkah internal yakni audit kinerja terkait dengan perlindungan anak.
Maskapai penerbangan Garuda Indonesia sebagai organ negara memiliki tanggung jawab perlindungan anak. KPAI menyayangkan adanya konten pornografi sebagaimana disampaikan masyarakat tersebut. "Suatu hal yang tidak pantas, apalagi maskapai yang dikelola oleh negara," ungkap Asrorun.