Selasa 18 Jul 2017 20:30 WIB

KPK Terus Kuatkan Alat Bukti Keterlibatan Setnov

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (tengah) seusai memberikan keterangan pers terkait hasil rapat pleno tertutup di Kantor DPP Partai Golkar, Palmerah, Jakarta, Selasa (18/7).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (tengah) seusai memberikan keterangan pers terkait hasil rapat pleno tertutup di Kantor DPP Partai Golkar, Palmerah, Jakarta, Selasa (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, usai penetapan resmi Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el), KPK akan terus memperkuat bukti dengan pemeriksaan saksi. 

"UU berikan standar minimal untuk penetapan tersangka dua alat bukti. KPK miliki bukti yang kuat sebelum menetapkan sebagai tersangka. Kalau kita cermati fakta persidangan muncul kami sampaikan lebih dari 6000 barang bukti disana," ucapnya di Gedung KPK, Jakarta, (18/7). 

Selama dalam persidangan KTP-el di pengadilan Tipikor, KPK sudah menghadirkan 106 orang saksi, 1186 surat, 6798 barang bukti dan menghadirkan lima orang saksi ahli. Namun, Febri belum mau menerangkan secara detil materi perkara serta bukti yang akan dibeberkan di persidangan nanti. 

"Secara rinci tentu saja materi perkara tidak bisa kami buka. Nanti akan kita lihat pada proses lebih lanjut dan kami juga akan lakukan pemeriksaan tentu saja pada sejumlah pihak yang terkait, ujarnya.

Setnov diduga telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dari proyek Rp 5,9 triliun. KPK memastikan sudah mengantongi dua alat bukti. Sebelum menetapkan Setnov sebagai tersangka, penyidik KPK memeriksa Setnov pada Jumat (14/7).

Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement