Selasa 18 Jul 2017 18:41 WIB

Setnov Tersangka, HNW: Ujian untuk Pansus Hak Angket

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid
Foto: ROL/Abdul Kodir
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan penetapan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-Elektronik (KTP-El) menjadi ujian bagi Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) di DPR. Dalam ujian itu, Pansus Hak Angket KPK harus bisa membuktikan keberadaannya sesuai untuk penguatan lembaga antikorupsi.

"Yang terjadi dengan Pak Setya Novanto juga ujian bagi pansus. Pansus apakah betul-betul ada murni untuk penguatan KPK atau ada hal lain yang nanti akan terlihat," kata Hidayat kepada wartawan saat berkunjung ke Kota Bandung dalam kegiatan Sosialiasi Empat Pilar, Selasa (18/7).

Ia mengatakan keberadaan pansus harus sesuai dengan tujuannya yakni menguatkan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Bukan justru melindungi seseorang yang terlibat kasus korupsi.

Karena itu, ia menututkan, meskipun ada penetapan Setnov sebagai tersangka, keputusan Pansus tetap berjalan menjadi bukti keseriusan menguatkan KPK. "Ya memang seharusnya pansus tidak terkait kasus orang-perorang tapi betul-betul menguatkan KPK. Bukan karena membela orang-perorang," ujar Hidayat.

Meski demikian, Hidayat menegaskan sejak awal PKS tidak mendukung adanya hak angket terhadap KPK. PKS juga tidak mengirimkan anggota fraksi dalam Pansus.

Namun, dia menyebutkan, PKS tetap mengawal proses dan perjalanan pansus agar sesuai dengan koridor dan tujuannya. "Kalau mereka memang ingin melanjutkan, dikawal dan diawasi saja. Supaya kemudian yang dilakukan Pansus Hak Angket itu betul sesuai dengan yang mereka komitmenkan yaitu dalam rangka menguatkan KPK," kata dia.

KPK telah menetapkan secara resmi Setnov sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik, Senin (17/7) kemarin. Setnov selaku anggota DPR pada 2009 sampai 2011 disangkakan menguntungkan diri sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement