REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat bekerjasama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jabar dalam pengelolaan keuangan anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) selama awal hingga akhir tahapan Pilkada Serentak 2018. KPU Jabar menggandeng BPKP untuk membimbing penggunaan anggaran agar sesuai dengan aturan.
Kerjasama keduanya secara resmi diwujudkan dalam penandatangan nota kesepahaman bersama antara KPU Jabar, 16 KPU kota dan kabupaten di Jabar, bersama BPKP Jabar, di Aula KPU Jabar, Jalan Garut, Kota Bandung, Senin (17/7).
Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat mengatakan anggaran dalam penyelenggaraan pilkada serentak kali ini cukup besar yakni Rp 1,164 triliun. Dengan demikian, pengunaannya harus hati-hati dan membutuhkan bimbingan.
Dia menerangkan bimbingan untuk mencegah agar tidak terjadi penyimpangan dalam hal administrasi dan menghindari potensi penyimpangan. "Untuk manajemen pengelolaan keuangan agar proses pengelolaan keuangan sesuai dengan apa yang tertera dalam DIPA dan RKB yang sesuai dengan apa yang direncanakan," kata Yayat usai penandatangan.
Yayat mengatakan pendandatangan kerjasama tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan aksi konkret permintaan langsung KPU kepada BPKP untuk menjadi mitra bimbingan penggunaan anggaran. Dia berharap pendampingan BPKP dapat meluruskan ketika ada potensi penyimpangan.
Dia mengatakan pendampingan BPKP ini juga dilakukan untuk pengadaan hingga distribusi logistik pemilu mulai dari lelang hingga penyaluran ke TPS-TPS. dengan demikian, dia menyatakan, dapat diawasi perjalanannya.
Ia berharap dengan demikian dapat mencegah potensi kasus hukum serta tidak ada ekses yang bakal terjadi di kemudian hari. "Selain itu, pendampingan evaluasi dalam membuat laporan keuangan nantinya," ujar dia.
Ketua BPKP Jabar Deni Suardini mengatakan pendampingan BPKP ini untuk mewujudkan sukses administrasi. Kesuksesan ini juga menjadi bagian suksesnya penyelenggaraan pilkada secara keseluruhan.
"Kami hadir untuk kawal itu, agar pengelolaan keuangan, tertib, transparan, dan akuntable. BPKP siap jadi mitra terdepan," ujar Deni.
Ia mengatakan pengelolaan anggaran pilkada memang memiliki peluang besar disalahgunakan. Apalagi total anggarannya terbilang besar.
Deni menyebutkan pos yang rawan terjadi pelanggaran yaitu pada saat pengadaan barang dan jasa. Di sana sering ada masalah, karena prosesnya dilandasi niat tidak baik, sistem pengendaliannya yang lemah, dan ada kolusi di dalamnya.
"Untuk pengadaan barang dan jasa itu harus ada aturan mainnya, dengan demikian jangan salah langkah atau pura-pura tidak tahu," kata dia.
Menurut dia, setelah MoU disepakati, akan diikuti rencana aksi yang kongkret dan berkesinambungan oleh KPU Jabar maupun 16 Kota dan kabupaten.