REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam waktu tiga hari yakni Rabu-Jumat pekan ini, pemerintah mengeluarkan dua keputusan yang dianggap kontroversial. Keputusan pertama yakni soal keluarnya Perppu Ormas pada Rabu (12/7). Perppu ini dianggap banyak kalangan tak sesuai dengan prinsip demokrasi karena pemerintah bisa membubarkan ormas tanpa harus lewat pengadilan.
Bahkan politikus oposisi pemerintah dari Partai Gerindra, menyebut Perppu ini sebagai bentuk kediktatoran gaya baru, meski Menko Polhukam, Wiranto, telah membantahnya. Perppu juga dinilai dikeluarkan hanya untuk menyasar kelompok Islam tertentu.
Sebelumnya pemerintah telah lama ingin membubarkan gerakan Hizbut Tahrir Indonesia yang dinilai tak sejalan dengan Pancasila karena ingin mendirikan Khilafah. Wiranto pun menegaskan, Perppu ini tidak bermaksud mendiskreditkan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam. Tidak ada niatan pemerintah yang diarahkan mencederai keberadaan ormas Islam.
"Perppu ini betul-betul diarahkan untuk kebaikan banyak hal. Jadi jangan dianggap Perppu ini diarahkan untuk mendiskreditkan masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas pendudukan Indonesia. Sama sekali tidak sampai ke sana," ujar Wiranto dalam konperensi pers di kantornya, Rabu (12/6).
Kendati banyak penolakan, namun tak sedikit juga yang mendukung. Salah satunya yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Keputusan lain yang juga menjadi perhatian yakni diblokirnya situs aplikasi percakapan Telegram. Pemerintah memandang aplikasi ini sering digunakan oleh para teroris. Namun tak sedikit Netizen yang memprotes hal tersebut dan menganggap pemerintah otoriter. Mereka menilai Telegram banyak juga dimanfaatkan untuk hal-hal kebaikan, termasuk bisnis.
Salah satu akun yang mengeluhkan pemblokiran tersebut adalah @auliafaizahr. Dalam kicauannya ia bahkan 'menyenggol' langsung akun Twitter pendiri dan CEO Telegram yang juga pengusaha muda Rusia, Pavel Durov. "Dear papa @durov did you hear that telegram will be blocked in Indonesia ? I'll be extremely sad if it happen ๐," kicau Aulia.
Kicauan tersebut mendapat repons, termasuk dari Durov. Dalam jawabannya itu, Durov mengaku aneh. Karena tidak pernah mendapatkan komplain dari pemerintah Indonesia. "Kami akan menginvestigasi dan mengumumkannya," ujarnya dalam bahasa Inggris.