Rabu 12 Jul 2017 22:06 WIB

Terdakwa KTP-El: Tugas PPK Sangat Berat

Terdakwa dugaan kasus korupsi KTP Elektronik Irman (kanan) dan Sugiharto (kiri) menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (22/6).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa dugaan kasus korupsi KTP Elektronik Irman (kanan) dan Sugiharto (kiri) menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri, Sugiharto sebagai terdakwa II dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-elektronik mengaku menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek KTP-elektronik adalah hal yang berat.

"Tugas PPK di e-KTP sangat berat. Pada awalnya tidak ada orang yang bersedia menjadi PPK. Saya ditunjuk Mendagri melalui surat keputusan Mendagri. Pekerjaan berat e-KTP ini baru pertama kali di Indonesia," kata Sugiharto dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (12/7).

Dalam perkara ini terdakwa I yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dituntut 7 tahun penjara dan denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp 2,248 miliar serta 6.000 dolar Singapura subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan terdakwa II mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

"Sebagai aparatur sipil negara yang baik apalagi saya menerima penugasan tersebut adalah pengabdian saya untuk negara dan masyarakat di akhir masa jabatan saya," tambah Sugiharto.

Ia mengaku proses pengadaan KTP-E sudah sesuai dengan aturan yang berlaku termasuk mengenai perbedaan pendapat antara PPK, panitia pengadaan dan tim teknis dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengenai pengadaan barang dan jasa KTP-el diakhiri dengan pertemuan dengan staf khusus Wakil Presiden Sofyan Djalil dengan keputusan bila perbedaan dengan LKPP tidak ada masalah, maka silakan dilanjutkan kembali sesuai dengan prosedur.

"Salah satu manfaat KTP-el adalah mendukung suksesnya pemilu 2014, jadi KTP-el harus diteruskan dengan didampingi tim LKPP dan BPKP, hasil rapat dilaporkan kepada wakil presiden," tambah Sugiharto.

Sugiharto juga meminta agar tidak lagi dibebankan kewajiban membayar uang pengganti lagi meski mengakui pernah memberikan uang Rp460 juta ke pihak-pihak tertentu namun uang itu berasal dari honornya sebagai Direktur PIAK sebesar Rp230 juta, uang titipan Irman sebesar 30 ribu dolar AS untuk diberikan ke Bistok Simbolon dan uang pinjaman 20 ribu dolar AS yang sudah dikembalikan ke KPK.

"Maka dengan kerendahan hati, saya mohon yang mulia hakim memberikan keringanan hukuman atas diri saya. Saya dengan penuh kesadaran dan penyesalan yang mempersilakan yang mulia mempertimbangkan dengan hati nurani. Saya sepenuhnya akan menerima dengan lapang dada dan ikhlas Saya pribadi dan keluarga mohon maaf sebesar-sebesarnya atas apa yang saya lakukan sehingga saya harus menerima persidangan ini dan sejak awal tidak ada niat dari diri saya untuk lakukan penyimpangan KTP-el ini," ungkap Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan kedua dari pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement