REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kabupaten Purwakarta, terpaksa menyewa gedung sekolah swasta untuk 1.200 pelajar baru yang tak tertampung di SMP negeri. Tak tertampungnya pelajar pada tahun ajaran baru 2017/2018 ini, imbas dari aturan Menteri Pendidikan Nasional yang mengharuskan seluruh kegiatan belajar dan mengajar dilakukan pagi hari.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan, PPDB untuk SMP sudah clear semua. Dari 16.522 lulusan SD yang ada, mayoritas tertampung di SMP negeri. Sisanya, yakni 1.200 pelajar tidak kebagian kelas. Mengingat, ketersediaan kelas di wilayah ini masih terbatas.
"1.200 pelajar ini, asal kota Purwakarta. Kalau di kecamatan lain, justru ada SMP negeri yang tidak kebagian siswa, karena pelajarnya memilih sekolah di SMP satu atap," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Selasa (11/7).
Dengan begitu, solusinya pemda akan menyewakan gedung untuk menampung pelajar ini. Tetapi, mereka statusnya tetap sebagai pelajar yang sekolah di negeri. Bukan, sekolah swasta.
Untuk biaya sewa gedungnya, lanjut Dedi, hasil dari iuran antara bupati dan pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan. Sebab, bila mengandalkan dari APBD, tidak memungkinkan. Pertama, tidak ada klausulnya. Selain itu, anggarannya sudah habis untuk pos kegiatan lainnya.
Menurut Dedi, untuk PPDB SMP ini pihaknya masih menggunakan pola lama. Yaitu, pola domisili. Jadi, warga yang domisilinya di sekitar lingkungan sekolah tersebut, maka harus tertampung di lembaga pendidikan itu. Jadi, tidak lagi acuannya besaran nilai akhir ujian (NEM).
Misalkan, untuk SMPN 1 Purwakarta lokasinya ada di Keluharan Nagri Kidul, maka warga kelurahan itu yang jadi prioritas. Mau statusnya keluarga miskin atau keluarga berada semuanya masuk ke sekolah tersebut.
Dengan pola seperti ini, seluruh lulusan SD bisa tertampung di sekolah negeri milik pemerintah. Serta, sekolahnya juga dekat. Tidak harus jauh ke wilayah lain. Kondisi ini, yang diuntungkan adalah orang tua siswa. Sebab, anaknya bisa masuk ke negeri serta biaya sekolahnya lebih hemat. Terutama dari sisi ongkos angkutannya.
"Kalau anaknya prihatin, mereka bisa ke sekolah dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Sebab, jaraknya dekat," ujar Dedi.
Terkait dengan peraturan baru Menteri Pendidikan, Dedi sangat menyayangkan. Satu sisi, pemerintah melarang siswa sekolah siang dan dalam satu rombongan belajar maksimalnya hanya 32 siswa, tetapi sisi lainnya fasilitasnya tidak menunjang.