REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el), yakni mantan direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dukcapil Sugiharto dijadwalkan menyampaikan nota pembelaannya (pleidoi) pada hari ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (10/7).
Sebelumnya, Irman merasa tuntutan jaksa penuntut umum KPK terhadap dirinya terlalu berat, meskipun telah bekerja sama dengan penegak hukum KPK (justice collaborator). "Tujuh tahun terlalu berat. Makanya, nanti mudah-mudahan dari hakim bisa menurunkan lebih ringan lagi. Harapannya, seringan mungkin seusai aturan yang berlaku," kata Irman seusai sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/6) lalu.
Jaksa pada KPK menyebutkan sejumlah faktor yang meringankan adalah keluarnya keputusan pimpinan KPK No KEP.670/01-55/06/2017 tanggal 9 Juni 2017 tentang Penetapan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama Dengan Penegak Hukum (justice collaborator) dalam Tindak Pidana Korupsi, bernama terdakwa Irman dan Keputusan pimpinan KPK No KEP.678/01-55/06/2017 tanggal 12 Juni 2017 tentang justice collaborator bernama Sugiharto.
Dalam perkara ini, Irman dituntut tujuh tahun dan pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp 2,248 miliar serta 6.000 dolar Singapura subsider dua tahun penjara.
Sedangkan Sugiharto dituntut lima tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider enam bulan. Penuntut umum dari KPK juga meminta majelis menjatuhkan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 500 juta subsider 1 tahun penjara. Jaksa menganggap keduanya terbukti bersalah berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 2,3 triliun.