Senin 10 Jul 2017 09:19 WIB

Program Deradikalisasi Dinilai tak Tepat Tangkal Terorisme

Rep: Santi Sopia/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Penasihat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ustadz Abdurrahman Ayub (tengah) dalam suatu ceramah tentang Menangkal Paham Radikalisme dan Terorisme
Foto: Antara/Aswaddy Hamid
[ilustrasi] Penasihat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ustadz Abdurrahman Ayub (tengah) dalam suatu ceramah tentang Menangkal Paham Radikalisme dan Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Teroris dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai program deradikalisasi Bada Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak relevan menangkal terorisme. Menurutnya, orang yang nalarnya sehat akan paham bahwa teror bukan praktik beragama yang benar.

"Namun pemerintah selalu bersikukuh bahwa solusi yang tepat adalah deradikalisasi," kata Khairul pada Republika, Senin (10/7).

Khairul mengatakan, bagaimana mungkin memberantas kedangkalan dengan melakukan pendangkalan (radikal= mendalam)? Yang ada, jika tak mengubah paradigma dan hati-hati, maka di masa depan, menurutnya, Indonesia justru akan panen kekerasan ekstrem. Bahkan bisa datang atas nama ideologi apa pun, seperti Pancasila sekalipun.

"Nah belakangan ini, pascaaksi 212 misalnya, kita melihat kegairahan beragama yang meluas. Banyak orang memperkuat identitas keagamaannya," katanya.

Dia mengatakan, namun penguatan itu sayangnya tak dibarengi dengan upaya memahami agama lebih dalam (tak radikal). Hal ini berpotensi salah arah. Mereka dangkal, ideologis dan terselimuti kebencian yang dipicu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang mereka rasakan dan terus dipropagandakan.

Ini yang berpotensi melahirkan pelaku-pelaku tunggal maupun kelompok mikro yang tak terafiliasi pada kelompok-kelompok semacam ISIS. Namun, tak tepat jika pemerintah menuding ini adalah akibat radikalisme. Menurutnya kejahatan tak lahir dari sesuatu yang mendalam.

Menurut Khairul, kejahatan lahir dari kedangkalan, ketidakberfikiran. Dia bukan radikal, hanya ekstrem. "Di sini terlihat bahwa pada kelompok-kelompok teror ini, agama hanya jadi alat mencapai tujuan politik," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement