REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON -- Petani garam yang berada di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, gagal panen, karena hujan terus mengguyur sehingga mereka tidak merasakan kenaikan harga garam yang per kilogram saat ini mencapai Rp 4.000.
"Kami ini tidak bisa memanen garam yang sudah diolah, karena hujan terus mengguyur wilayah Cirebon," kata Seorang petani garam asal Cirebon, Insyaf Supriadi di Cirebon, Ahad (9/7).
Menurut dia, di tahun ini para petani hanya sekali memanen garam dan itu pun hasilnya sangat kurang. Sementara saat ini walaupun sudah memasuki musim kemarau, tetapi masih ada hujan. Insyaf mengatakan kondisi kali ini membuat para petani garam semakin susah. "Selama dua bulan kita sudah fokus mengolah garam, namun kami tidak memperoleh hasilnya," ujarnya.
Ia mengaku prihatin atas kondisi sekarang ini, para petani tidak bisa memproduksi garam, begitu juga para Industri Kecil Menengah (IKM) pengolah garam yang banyak gulung tikar. "Sementara Pemerintah tidak bisa membantu, dulu ketika produksi garam banyak, malah impor, membuat harga garam petani anjlok, sekarang tidak bisa memberikan solusi pada IKM," kata Insyaf yang pernah menjadi Ketua Ikatan Petani Garam Indonesia (IPGI) Kabupaten Cirebon.
Pelaku industri pengolahan garam, Sujati mengatakan sebanyak 25 Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Cirebon bagian timur yang bergerak di bidang pengolahan garam ditutup atau gulung tikar, karena kesulitan pasokan bahan baku dari petani. "Kira-kira sudah ada 25 IKM pengolahan yang terlebih dahulu gulung tikar, karena tidak ada pasokan bahan baku," kata.
Ia menuturkan untuk sekarang ini selain harga garam mahal yang bisa mencapai Rp 4.000 per kilogram, bahan baku pun sulit didapatkan. Karena pasokan bahan baku dari produksi petani lokal kini tidak ada, disebabkan hujan masih turun sehingga tambak yang telah diolah sejak Mei 2017 lalu gagal panen. "Jika setengah bulan ke depan pasokan garam tak kunjung tersedia, maka kondisi akan semakin parah," ujarnya.