Ahad 09 Jul 2017 16:58 WIB

Besok Pansus Angket Minta Pandangan Yusril

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Anggota DPR Partai Nasdem Teuku Taufiqulhadi (kanan).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Anggota DPR Partai Nasdem Teuku Taufiqulhadi (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meminta keterangan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra pada Senin (9/7). Pansus hendak meminta pandangan Yusril sebagai pakar hukum tata negara terkait kedudukan Pansus Angket KPK.

Wakil Ketua Pansus Angket KPK Teuku Taufiqulhadi mengungkap hal ini untuk menguatkan keberadaan Pansus Angket dalam upaya menyelidiki mekanisme yang kini berlaku di KPK. Pansus Ingin Yusril membantu mendudukan persoalan karena Pansus Angket kerap dikritik

"Kami selalu dikritik bahwa persoalan isu angket kepada KPK adalah tidak tepat sasaran. Misalnya terkait hal-hal itu. Kita dudukan benar tidak, beliau ini kan pakar hukum tata negara, jadi paham betul," ujar Taufiqulhadi saat dihubungi pada Ahad (9/7).

Menurutnya, meskipun saat ini perdebatan keabsahan pansus angket telah berlalu pascatercatatnya pansus angket di berita negara, namun meminta pandangan pakar hukum tata negara tetap diperlukan. "Kami cuma menghindarkan saja dan menguatkan. Kan sekarang sudah diundangkan di berita negara jadi nggak ada lagi persoalan tidak sah," ujar dia.

Rapat kerja Pansus Angket dengan Yusril juga merupakan rangkaian kegiatan Pansus Angket KPK menggali data pascakunjungan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Selasa (4/7) dan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, pada Kamis (6/7) kemarin.

Namun, ia menekankan, dalam rapat kerja pansus dengan Yusril tidak akan membahas materi, khususnya berkaitan hasil yang didapat pansus angket saat kunjungan ke BPK maupun Lapas Sukamiskin. Sebaliknya, Taufiqulhadi meminta agar masyarakat bersabar dan memberi kesempatan pansus bekerja.

Ia menegaskan, kegiatan yang dilakukan Pansus Angket bukan untuk melemahkan KPK melainkan memperbaiki sistem ketatatanegaraan. "Saya minta masyarakat jangan dulu apriori," ujar dia.

Taufiqulhadi menerangkan Pansus ini untuk perbaikan sistem ketatanegaraan. Dalam konteks pemberantasan korupsi di Indonesia, koruptor memang harus dibenci. "Tapi kita perlakukan tidak manusiawi, itu tidak boleh," ujar Anggota Fraksi Partai Nasdem tersebut.

Karena itu, hal itu juga yang dilakukan pansus saat mengunjungi narapidana kasus korupsi di Sukamiskin demi mengorek keterangan berkaitan proses pemeriksaan di KPK. Menurut dia, selama tidak ada penyimpangan dalam proses di KPK, Pansus tidak akan menindaklanjutinya.

"Kita tanyakan semua mereka di sana. Bagaimana mereka disidik dulu oleh KPK. Untuk apa? Agar kita bisa komunikasi dengan publik dgn KPK. Jangan khawatir," ujar dia.

Anggota Pansus Angket KPK dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengungkap banyak hal yang didapat Pansus Angket saat beraudiensi dengan narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin, Bandung pada Kamis (6/7) kemarin. Selama kurang lebih delapan jam berinteraksi dengan napi, Pansus yang diwakili tujuh anggota tersebut mendengarkan cerita-cerita dari para napi berkaitan proses pemeriksaan penyidikan di KPK.

"Mereka perwakilan dari napi di lapas menyampaikan, ada banyak cerita horor dari cerita-ceritanya," ujar Masinton di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Jumat (7/7).

Meski tak menyebut nama-nama napi tersebut, Masinton mengungkap sejumlah pengakuan narapidana korupsi di antaranya soal pemeriksaan kepada narapidana yang dilakukan sampai pukul 03.00 WIB dini hari. Tak hanya itu, pengakuan narapidana lain yang diberi obat oleh KPK dan setelahnya merasa ada efek melayang kemudian diperiksa hingga pagi hari.

"Karena dia merasa sakit sedang tak fit terus sama KPK dibawain dokter KPK terus sama KPK katanya, ya, dikasihkan obat," ujar Masinton.

Anggota Komisi III DPR itu melanjutkan, ada juga cerita narapidana yang diperiksa KPK dalam keadaan diborgol tangannya selama 23 jam dan diajak keliling kota hingga pagi. Juga, pengajuan narapidana yang ditangkap tim KPK tanpa disertai surat penangkapan.

Namun, menurut Masinton, pengakuan dari narapidana tersebut masih harus dikonfirmasi ke KPK apakah benar pemeriksaan itu dilakukan tidak sesuai standar. Hal ini yang akan ditanyakan Pansus Angket saat memanggil KPK dalam pertemuan dengan Pansus mendatang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement