Rabu 05 Jul 2017 08:19 WIB

Mensos: Remaja Nikahi Nenek tak Miliki Buku Nikah

Rep: Kabul Astuti/ Red: Bilal Ramadhan
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jagad maya beberapa hari terakhir dihebohkan video pernikahan seorang nenek berusia 71 tahun, Rohaya, dengan anak berusia 16 tahun, Selamat Riyadi. Video tersebut menjadi viral dan tersebar berantai melalui berbagai jejaring media sosial dan aplikasi percakapan.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyesalkan pernikahan di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan tersebut. Menurutnya, pernikahan tersebut berlangsung di bawah tangan.

"Setelah dicek oleh tim dari Kementerian Sosial ternyata mereka menikah di bawah tangan sehingga dipastikan tidak memiliki buku nikah. Sesuai dengan perkiraan awal saya, karena kalau menikah melalui Kantor Urusan Agama (KUA) jelas tidak mungkin karena mempelai prianya masih di bawah umur," kata Khofifah di Jakarta, lewat siaran pers Rabu (5/7).

Khofifah mengatakan, Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) kabupaten setempat langsung mendatangi kediaman Selamat dan Rohaya guna mengecek kebenaran informasi tentang pernikahan keduanya.

Dalam surat pernyataan yang dibuat keduanya disebutkan bahwa mereka melangsungkan pernikahan di Desa Karang Endah secara siri. Adapun, yang menikahkan atau menjadi wali Rohaya bernama Ibnu Hajar dengan dua orang saksi masing-masing bernama Komarudin dan Charles.

Berdasarkan undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Khofifah menuturkan, batas perkawinan minimal bagi pria adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Artinya, setiap pria dan wanita yang belum mencapai batasan umur yang ditetapkan tidak boleh melangsungkan perkawinan, kecuali atas permohonan keluarga ke pengadilan untuk diizinkan.

Pembatasan ini, lanjut Khofifah, dimaksudkan agar setiap anak mendapatkan perlindungan dalam pemenuhan hak dasarnya, terutama hak untuk mendapatkan pendidikan. Selain itu, agar setiap orang yang akan menikah telah memiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa, dan kekuatan fisik untuk memenuhi tugas dan kewajiban dalam berumah tangga.

Khofifah menegaskan dalam UU perkawinan juga disebutkan bahwa pegawai pencatat pernikahan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila mengetahui adanya pelanggaran, antara lain dari ketentuan batas umur minimum pernikahan.

Dalam kasus Selamat dan Rohaya, kata Khofifah, bisa jadi Selamat yang masih berstatus anak ini belum matang betul saat harus menyandang status dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.

"Rentang usia terpaut jauh bukan soal, namanya juga jodoh. Tapi ini soal pengantin pria yang masih dikategorikan anak dan masih di bawah umur," imbuhnya.

Khofifah menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait persoalan ini agar memberi edukasi kepada orang tua dan masyarakat lebih luas lagi sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.

Menurut Mensos, dalam UU 35/2014 tentang perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 26 ayat 1 butir C sudah disebutkan, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement