REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ancaman radikalisme dan terorisme sulit dideteksi. Akibatnya, setiap pihak harus mencermati segala perkembangan dinamika dan meningkatkan kewaspadaan.
"Ancaman bangsa ini yakni masalah radikalisme dan terorisme yang memporak-porandakan kehidupan berbangsa kita, sudah tidak bisa kita deteksi dengan baik, siapa kawan dan lawan sulit dilihat dengan jelas. Bayangkan sholat saja tetnyata ada yang mengancam," kata Tjahjo dalam pidatonya di acara apel pagi bersama jajaran staf Kemendagri di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (3/7).
Dia mengatakan, teror terhadap aparatur pemerintah termasuk pegawai negeri sipil maupun polisi sama saja dengan melawan negara. Tjahjo meminta setiap pihak mengerti prinsip tersebut.
Untuk mengantisipasi teror yang terjadi, Tjahjo mengusulkan, Polri kembali menggalakkan kegiatan siskamling warga. Menurut dia, seluruh tamu atau orang asing yang menginap di lingkungan tertentu harus melaporkan diri ke RT/RW.
"Kita perlu kembali menggerakkan 'pemolisian' di tingkat RT/RW. Kalau ada yang menginap lapor. Ini yang sudah mulai memudar," ujar dia.
Tjahjo menilai, profesionalisme jajaran Polri sudah semakin meningkat, di mana tingkat disiplin yang diterapkan Kapolri sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan anggota Polri dalam menjaga Kamtibmas.
"Profesionalisme dan disiplin anggota Polri sekarang akan sangat berpengaruh terhadap ketegasan penindakan hukum oleh Kepolisian RI tanpa pandang bulu demi menjaga keamanan dan ketertiban serta melindungi masyarakat," kata dia.
Namun demikian, kata dia, keberhasilan kepolisian juga harus didukung informasi keterbukaan dan keberanian masyarakat menyampaikan informasi kepada kepolisian atas semua gelagat dinamika yang ada di masyarakat.