Sabtu 01 Jul 2017 16:53 WIB

IPW: Serangan Teror, Kado Hitam di Hari Bhayangkara 2017

Rep: Febrianto Adi/ Red: Budi Raharjo
Anggota Brimob berjaga di sekitar tempat kejadian perkara penikaman anggota polisi di depan Masjid Falatehan , Jakarta Selatan, Jumat (30/6).
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Brimob berjaga di sekitar tempat kejadian perkara penikaman anggota polisi di depan Masjid Falatehan , Jakarta Selatan, Jumat (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepolisian Indonesia kembali berduka. Dua anggota kepolisian menjadi sasaran teroris usai melaksanakan shalat isya di Masjid Falatehan, Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (30/6) malam.

Indonesia Police Watch (IPW) menilai Hari Bhayangkara 2017 yang jatuh pada 1 Juli, ini diwarnai duka yang dalam. Teroris memberikan kado hitam buat Polri dan menjadikan anggota Polri sebagai bulan-bulanan serta target serangan teror.

Setelah bom Kampung Melayu yang menewaskan tiga polisi, teroris kembali menyerang polisi di markas Polda Sumut dan di mesjid di depan Mabes Polri beberapa jam menjelang Hari Bhayangkara 2017. IPW menganggap para teroris hendak membuat perang terbuka dengan Polri.

"Tragisnya dengan senjata seadanya para teroris nekat menyerang anggota polisi yang bersenjata lengkap di sekitar markasnya. Bagaimana pun teroris menjadi musuh utama Polri di Hari Bhayangkara 2017," tulis Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam rilisnya.

Menurut IPW, Polri harus mampu membangun dan menegakkan citranya. Citra yang profesional hingga jajaran kepolisian disegani semua pihak, terutama kalangan teroris. IPW mempertanyakan mengapa kalangan kepolisian dengan mudah dijadikan seperti predator dan bulan-bulanan oleh teroris hingga teroris nekat menyerang ke markas kepolisian walau hanya dengan sebilah pisau dapur?

IPW menganggap hal itu dikarenakan Polri tidak disegani lagi, terutama oleh kalangan teroris. "Bisa jadi hal ini disebabkan, sejak beberapa tahun lalu polisi terlalu agresif melakukan eksekusi mati terhadap para teroris di lapangan. Hal ini ternyata tidak membuat teroris takut, malah makin super nekat dan menerapkan prinsif "nyawa dibayar nyawa", katanya.

Dari berbagai kasus serangan ini IPW berharap Polri melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sehingga pada Hari Bhayangkara 2017 ini bisa melakukan konsolidasi agar ke depan jajaran Polri benar-benar bekerja profesional, proporsional dan independen. Dengan begitu, Polri disegani semua pihak, terutama kalangan teroris.

"Catatan penting bagi Polri di Hari Bhayangkara 2017 ini adalah jajaran kepolisian harus mengevaluasi, kenapa teroris makin super nekat melakukan perang terbuka terhadap Polri meski hanya dengan sebilah pisau dapur," ujarnya.

Kasus penyerangan ini semakin menunjukkan bahwa sistem penumpasan terorisme selama ini sesungguhnya tidak berhasil. Begitu juga konsep deradikalisasi yang digalang pemerintah selama ini, gagal total. Terbukti terorisme bukannya lenyap dari indonesia tetapi para teroris malah makin super nekat.

Di Hari Bhayangkara 2017 ini penanganan kasus-kasus serangan terhadap polisi perlu menjadi fokus utama bagi Polri untuk menyelesaikannya, agar tidak terulang terus menerus. Jika serangan ini terus terulang jajaran kepolisian tidak bisa fokus untuk menangani tugas tugas lain dalam melindungi, mengayomi, melayani dan melakukan penegakan hukum di masyarakat.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement