REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Pemudik membanjiri pusat oleh-oleh tiwul dan gatot di Jalan Wonosari-Baron Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan memborong makanan khas wilayah ini. Meskipun sudah lama hidup merantau dan sukses meniti karier di berbagai kota, tetapi bagi sebagian besar warga Gunung Kidul tetap tidak bisa melupakan makanan khas berupa tiwul dan gatot.
Ketika mereka mudik lebaran, maka dagangan tiwul dan gatot ikut diborong untuk menjadi salah satu oleh-oleh. Salah satu warung yang khusus menyediakan tiwul dan gatot adalah warung Pak Lambang yang terletak di pinggir jalan besar Wonosari-Baron, tepatnya di Jalan Baron Km 4, Desa Karangrejek, Kecamatan Wonosari. Pada lebaran ini, warung Pak Lambang dipadati pembeli, terutama para pemudik untuk dibawa ke kota sebagai oleh-oleh.
Warung satu-satunya yang secara khusus menyediakan makanan khas Gunung Kidul pascalebaran ini setiap harinya dibanjiri pembeli. Dengan harga antara Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu untuk gatot maupun tiwul, pembeli sudah mendapat satu besek. "Kalau lebaran ini setiap harinya laku lebih 300 dus besek. Padahal hari biasa rata-rata hanya 30 besek," kata pemilik toko tiwul Agus Lambang di Gunung Kidul, Selasa (27/6).
Meskipun banyak pembeli, tetapi diakui warung khusus oleh-oleh ini tidak menaikkan harga. "Harga biasa, tidak naik. Mereka yang datang ke sini umumnya sudah pelanggan lama. Setiap pulang lebaran, mereka mampir untuk oleh-oleh saudaranya atau temannya di kota," katanya.
Baginya untuk membuat tiwul dan gatot yang menjadi dagangannya juga tidak terlalu sulit. "Semua bahan baku dari Gunung Kidul," katanya.
Tiwul atau gatot yang dibuat juga disesuaikan pesanan konsumen, dengan rasa original tepung ketela dicampur gula jawa, rasa nangka, rasa keju, rasa pandan, rasa kopi, dan coklat. Tiwul atau gatot yang dikemas dalam dus terbuat dari bok sesuai selera pembeli, asin atau manis, selanjutnya diberi parutan kelapa.
Proses pemasakan yang sempurna dengan kayu bakar, dan tanpa pengawet hanya bisa bertahan satu hari. Jika dimasukkan ke dalam kulkas bisa dua hari. "Sehingga kalau hanya dibawa ke Jakarta atau luar Jawa, bisa membawa tiwul dan gatot instan, karena kami tak menggunakan pengawet," katanya.
Agus mengatakan untuk musim lebaran pihaknya menyiapkan lima kwintal untuk seminggu pembuatan tiwul dan gatot. "Paling laku rasa original," katanya.
Sementara salah seorang pembeli asal Solo, Jarot mengaku memilih membeli tiwul dan belalang. "Untuk oleh-oleh dan dimakan sendiri," katanya.