Selasa 27 Jun 2017 07:11 WIB

Pengamat: Harus Ada Aturan Koruptor tak Boleh Terima Remisi

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Bilal Ramadhan
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi dan pengamat hukum pidana Umar Husin menyatakan remisi merupakan hak tahanan korupsi. ''Kalau aturannya semua napi punya hak untuk diberi remisi tidak ada pengecualian termasuk napi koruptor. Kalau diberi kesempatan (remisi) tetapi tidak diberikan untuk yang melanggar,'' katanya saat dihubungi Republika.co.id, di Jakarta, Senin (26/6).

Pelanggaran yang ia maksud terjadi ketika sang tahanan menunjukkan kelakuan baik, mengabdi, mengajar, yang jelas sudah berubah. Jadi, kata dia, itu hak yang harus diperoleh dengan perimbangan-pertimbangan sesuai dengan peraturan yang ada. Disinggung mengenai pantas atau tidaknya, Umar menyebut itu tergantung masing-masing yang menilai.

Namun, ia menegaskan yang penting politik hukumnya, kemauan pemerintah dan penegak hukum apakah benar mau memberantas korupsi. ''Kalau mau vonisnya yang berat, buat saja peraturan khusus kalau tahanan korupsi tidak boleh diberi remisi harus diikuti perampasan harta,'' ujarnya.

Ia mempertanyakan pemerintah tujuannya memberantas korupsi mau menangkap orang atau mengembalikan harta. Ini karena kalau melihat negara lain seperti Amerika Serikat (AS) atau Inggris asal dia mengaku, ketika telah dikembalikan hartanya maka dia tidak dihukum atau malah dilindungi.

Sementara di Indonesia ketika sang koruptor sudah mengembalikan uang namun dia masih dihukum lagi. Lembaga anti korupsi macam Komisi Pemberantasan Korupsi juga dinilainya hanya menangkap kasus korupsi yang remeh. ''Jadi jangan tanggung-tanggung atau bias,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement