Sabtu 24 Jun 2017 10:05 WIB

Keluarga Keraton Solo Sepakat Berdamai

Rep: Andrian Saputra/ Red: Andri Saubani
Ilustrasi - KERATON SOLO.Sejumlah kendaraan melintas di depan Keraton Surakarta, Solo, Jumat (16/10).
Foto: Antarafoto
Ilustrasi - KERATON SOLO.Sejumlah kendaraan melintas di depan Keraton Surakarta, Solo, Jumat (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Konflik berkepanjangan di tubuh keluarga besar Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat akhirnya berakhir. Setelah Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwanna ke-13 dengan 18 adik-adiknya sepakat untuk berdamai.

Dalam pertemuan kesepakatan damai antara Raja dan adik-adiknya yang berlangsung di Gedung Talang Paten, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada Jumat (23/6) malam hingga Sabtu (24/6) dini hari, kedua belah pihak menandatangani perjanjian damai. Dalam perjanjian damai itu, selain kedua belah pihak memutuskan untuk saling memaafkan dan mengakhiri konflik berkepanjangan, raja dan adik-adiknya sepakat untuk menjaga Keraton sebagai cagar budaya serta melestarikan tradisi yang ada.

“Semoga ini menjadi akhir dari konflik, lembaga dewan adat juga siap dibekukan. Selanjutkkan kami bersama-sama untuk melestarikan keraton sebagai cagar budaya,” tutur Kanjeng Gusti Pangeran Harya, Puger salah satu adik dari Paku Buwana ke-13. Untuk diketahui, konflik internal keluarga besar Keraton bermula setelah meninggalnya Paku Buwana ke-12. Dua anak Paku Buwana ke-12 yakni Hangabehi dan Tedjowulan saling berebut kekuasaan dan mengklaim sebagai Raja.

Keluarga keraton terutama adik kandung Hangabehi, sepakat mendukung Hangabehi sebagai Raja Paku Buwana ke-13 di Keraton Kasunanan Surakarta. Sementara itu, Tedjowulan memilih keluar dari Keraton.  Pada 2012, Hangabehi dan Tedjowulan berdamai. Tedjowulan mengakui Hangabehi sebagai Raja dengan gelar Paku Buwana ke-13. Setelah itu, Tedjowulan yang sudah keluar dari Keraton pun mendapat kedudukan sebagai Maha Patih.

Hal tersebut menuai protes dari adik-adik Hangabehi, mereka tak sepakat dengan kedudukan Tedjowulan dalam keraton. Protes juga terjadi lantaran Tedjowulan tak mendapat hukuman setelah keluar dari keraton dan dianggap menetang.

Pihak yang melakukan protes tersebut pun kemudian membentuk Lembaga Dewan Adat untuk menguasai Keraton. Imbasnya, Paku Buwana ke-13 pun tak bisa duduk di singgasananya. Hal tersebut membuat Pemerintah pun harus turun tangan. Pemerintah mencoba melalukan pembemahan di tubuh Keraton dengan membentuk tim lima agar mengembalikan keraton kepada Paku Buwana ke-13.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement