REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa kasus proyek pengadaan KTP-el, Irman, dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan. Sedangkan terdakwa Sugiharto, dituntut hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan.
Irman adalan mantan direktur jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) dan Sugiharto mantan direktur administrasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Dukcapil Kemendagri. Ketua Tim JPU KPK Irene Putri menyatakan terdakwa Irman dan Sugiharto telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua.
Selain itu, Irman juga dituntut mendapatkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar 273.700 dolar AS, Rp 2.248.750.000 serta 6.000 dolar Singapura, selambat lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. "Jika dalam waktu itu terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta benda terdakwa disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," tutur JPU Irene Putri saat membacakan tuntutan di sidang PN Tipikor Jakarta, Kamis (22/6).
Dalam hal terpidana tidak punya harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara 2 tahun. Sementara Sugiharto, dituntut mendapat pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta, selambat lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak mampu, maka harta benda Sugiharto akan disita jaksa dan dilelang. "Dalam hal terpidana (Sugiharto) tidak punya harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara 1 tahun," kata Irene.
Pada sidang nota pembelaan sebelumnya, kedua terdakwa mengakui menyesali perbuatan mereka. "Saya sudah kembalikan uang 300 ribu dolar AS dan uang Rp50 juta," kata Irman. Adapun, Sugiharto menyatakan telah mengembalikan uang sebesar Rp 270 juta dan sebuah mobil Honda Jazz. "Saya sudah mengembalikan Rp270 juta dan mobil Honda Jazz."
Irman juga mengaku menyesali perbuatannya menerima uang dan mengikuti intervensi pihak luar untuk mengawal konsorsium dalam pengadaan KTP-el. "Saya menyesal, misalnya pemberian uang dari Pak Giarto ke saya, kenapa tidak langsung saya kembalikan, saya sesali. Kesalahan yang lain saya menyesal karena dari awal saya sangat ingin e-KTP ini dilaksanakan di Indonesia secara benar, tapi ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan intervensi dari pihak-pihak luar termasuk ke saya agar mengawal tiga konsorsium," tambah Irman.
Irman bahkan secara emosional menceritakan pengalaman dirinya yang tidak tenang menjabat sebagai dirjen selama lima tahun. "Serba salah saya. Saya ditekan, diintervensi. Saya punya cita-cita dapat tetap bekerja. Saya tidak menikmati uang, jadi dirjen pun saya tidak menikmati karena saya pulang subuh selama lima tahun. Saya tidak menikmati sama sekali karena tekanan-tekanan dari orang yang tidak benar, Yang Mulia. Betul," kata Irman dengan terbata-bata karena menahan tangis.