Rabu 21 Jun 2017 20:50 WIB

Kadisdik Jabar Ancam Sanksi Sekolah yang Pungut Biaya ke Siswa Miskin

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Ratna Puspita
Peserta calon didik baru melakukan pendaftaran melalui jalur non-akademik di Kota Bandung, Jawa Barat. (Ilustrasi)
Foto: Mahmud Muhyidin
Peserta calon didik baru melakukan pendaftaran melalui jalur non-akademik di Kota Bandung, Jawa Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi Hadadi mengancam akan memberikan sanksi pada sekolah swasta yang memungut biaya kepada siswa miskin. Salah satu sanksinya, yaitu tidak diberikannya bantuan operasional sekolah (BOS) bagi sekolah tersebut.

Dia menegaskan pemerintah provinsi menjamin pendidikan bagi siswa miskin yang ingin melanjutkan ke SMA/SMK. Jika tidak diterima di sekolah negeri maka siswa akan disalurkan ke sekolah swasta dengan jaminan kebebasan biaya.

"Kami memberikan bantuan anggaran dalam bentuk BOS dan BPMU (Bantuan Pendidikan Menengah Universal). Jadi kalau sekolah macam-macam ini tidak akan dicairkan," kata Hadadi usai bermediasi dengan para pengunjuk rasa, Rabu (21/6).

Setiap anak mendapatkan Rp 1,4 juta dari BOS Pusat dan Rp 500 ribu dari provinsi. "Jadi yang miskin harus dibebaskan biaya. Kami memberi jaminan anak miskin Insya Allah bisa melanjutkan sekolah," ujar dia.

Hadadi meminta masyarakat untuk melaporkan sekolah-sekolah yang memungut biaya dalam pendaftaran PPDB ke Disdik Jawa Barat. Laporan ini segera ditindaklanjuti ke sekolah yang bersangkutan.

Puluhan warga menggelar aksi unjuk rasa mengeluhkan PPDB tahun ajaran 2017/2018 di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Rabu (21/6). Mereka mengeluhkan sekolah swasta yang memungut biaya pendaftaran bagi siswa dari kalangan tidak mampu.

Para pengunjuk rasa juga mengeluhkan anaknya sulit diterima SMA dan SMK negeri. Mereka menganggap sekolah tidak transparan karena selalu berdalih kuota sudah penuh.

Terkait hal tersebut, Hadadi mengatakan sekolah negeri jumlahnya terbatas sehingga siswa yang diterima pun terbatas. Ia menjamin transparansi sistem penerimaan siswa RMP di sekolah negeri.

Jika ada keluhan maka masyarakt bisa mengadu ke Ombudsman sebagai pengawas. "Kuota di negeri kita diumumkan secara transparan. Kami dikontrol ombudsman. Kalau ada aduan silahkan mengadu," ujar Hadadi.

Ia mengatakan masyarakat yang ingin anaknya bersekolah di SMA/SMK negeri bisa mengikuti jalur akademik yang akan dibuka pada 3 Juli mendatang. Jika memang memenuhi persyaratan nilai ujian sesuai standar sekolah maka pasti akan diterima.

Jika lewat jalur akademik tidak diterima maka siswa RMP bisa disalurkan ke sekolah swasta ataupun sekolah menengah terbuka yang tengah dikembangkan pemerintah. Yang terpenting adalah anak tetap melanjutkan sekolahnya.

"Apabila swasta penuh pemprov bikin sekolah menengah terbuka. Ini diakui Bapak Menteri Pendidikan dan ini mamg program pusat. Bukan sekolah asal-asalan," ujarnya. Zuli Istiqomah

(Baca juga: Orang Tua Siswa Miskin Protes PPDB SMA/SMK di Jawa Barat)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement