Rabu 21 Jun 2017 16:25 WIB

SMP 1 Muhammadiyah, Sekolah Piloting Pendidikan Karakter

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Gita Amanda
Pendidikan/Ilustrasi
Pendidikan/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Pendidikan karakter menjadi salah satu agenda utama yang diselenggarakan Muhammadiyah melalui berbagai institusi pendidikan di bawahnya. Maka itu tak heran beberapa sekolah Muhammadiyah mampu menjadi sekolah piloting untuk pelaksanaan pendidikan karakter tingkat nasional, salah satunya SMP 1 Muhammadiyah Depok (Musade) di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sekolah ini terpilih menjadi institusi pendidikan yang berkewajiban menerapkan pendidikan karakter dan menularkannya pada sekolah-sekolah lain. Kepala SMP 1 Muhammadiyah Depok Abdullah Mukti menuturkan, sebenarnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolahnya telah diterapkan jauh sebelum pemerintah mencanangkan gerakan tersebut.

“Pendidikan karakter ini bukan hal yang baru bagi kami,” katanya pada Republika, Rabu (21/6).

Abdullah mengemukakan, setidaknya ada tiga komponen yang harus dilibatkan dalam dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter, yakni lingkungan kelas, sekolah, dan masyarakat. Maka itu, tak jarang aktivitas belajar Musade diselenggarakan di luar kelas, seperti di pasar, candi, museum, dan sebagainya.

Pemilihan lokasi belajar juga ditentukan guru dan murid sekelas. Sehingga para siswa merasa nyaman dan menikmati aktivitas mereka saat mempelajari sesuatu. Abdullah mengakui, Musade menekankan pendidikan karakter pada nilai-nilai keislaman.

Oleh karenanya, ada beberapa aktivitas rutin yang dilaksanakan di sekolah meliputi tilawah Alquran, tahfidz, Shalat Dhuha, Dzuhur, dan Ashar berjamaah. Selain itu ada pula kegiatan rutin bagi kelas IX berupa kurban bersama di luar sekolah, yang diselenggarakan setiap Idul Adha.

Selama beberapa tahun terakhir, kegiatan ini diselenggarakan di Turi. Di mana anak-anak melaksanakan kurban sekaligus menginap di rumah-rumah penduduk sambil membantu kegiatan masyarakat di sana selama dua hari. Di lokasi kurban, para siswa juga diwajibkan untuk mengajar TPA.

Bahkan beberapa di antaranya ada yang bertugas memberikan kultum atau tausiah di masjid-masjid. Keterampilan berbicara di depan umum tentunya sudah mereka dapatkan dari pembelajaran di sekolah. Abdullah menyampaikan, kegiatan siswa-siswi di masyarakat perlu sekali diselenggarakan untuk mengasah sensitifitas dan integritas para siswa.

Sebab melalui kegiatan bakti sosial yang bersinggungan langsung dengan penduduk, siswa bisa belajar mengenai pentingnya kesopanan, keramahtamahan, dan tatakrama. Adapun salah satu pelajaran khas yang dimiliki Musade adalah Ismu Baris Baja (Pengayaan Keislaman, Kemuhamadiyahan, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jawa).

Dalam sepekan para siswa hanya masuk lima hari, Senin sampai Jumat. Meski terlihat berat, bobot pelajaran di Musade justeru terbilang ringan. Masalahnya jam belajar akademik siswa hanya dimulai pukul 07.00 sampai 12.00 WIB. Setelah itu mereka istirahat shalat dzuhur, kemudian melanjutkan belajar dengan mata pelajaran yang bersifat rekreatif, seperti tataboga, seni, budaya, dan keterampilan.

“Sempat ada orang tua yang protes agar hari Sabtu juga masuk. Ya kami tidak melarang, kalau hari Sabtu mau masuk ke sekolah silahkan. Asal catatannya anak datang ke sekolah ditemani dengan orang tua,” kata Abdullah.

Ia menyampaikan, tantangan terbesar dalam melaksanakan pendidikan karakter adalah mengedukasi orang tua. Sebab pada kenyataannya ada saja orang tua yang masih kurang paham bagaimana cara mendidik anak dengan benar.

Maka itu Musade juga sering menyelenggarakan pengajian khusus bagi orang tua. Materi pengajian tersebut tidak melulu seputar keagamaan, justeru yang diutamakan adalah ilmu parenting. Di mana orang tua diajak untuk berhenti melakukan kekerasan, tidak membuli anak, dan menciptakan lingkungan yang kondusif di keluarga.

Abdullah meyakini, melalui pendidikan karakter, sekolah dapat membentuk pribadi anak-anak yang baik. Sehingga semangat mereka dalam belajar juga meningkat. Dengan begitu, prestasi-prestasi akademik akan muncul dengan sendirinya.

Hal tersebut sudah terbukti di Musade. Saat awal Abdullah datang ke Musade pada 2010, jumlah siswa kelas VII di sana hanya berjumlah delapan orang dan sekolah pun terancam tutup. Namun setelah mengedepankan pendidikan karakter, prestasi anak-anak mulai meningkat. Sampai akhirnya banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di Musade.

“Alhamdulillah sekarang kami sudah punya 12 kelas,” kata Abdullah.

Bahkan saat ini Musade sudah berhasil masuk ke peringkat tengah sekolah di Kabupaten Sleman. Padahal sebelumnya berada di posisi terbawah. Abdullah menyampaikan, keberhasilan Musade menjadi sekolah bengkel didasari oleh moto pengajar yang mengedepakan kenyamanan dan keceriaan dalam memberikan pengajaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement