Selasa 20 Jun 2017 21:21 WIB

PAN Siap Kompromi Presidential Threshold

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Ketua PAN Zulkifli Hasan bersama Perempuan Amanat Nasional (PUAN) membagikan makanan kepada warga Cipinang Pulo di Dapur Iftar Puan Cipinang Jaya, Jakarta Timur, Rabu (14/5)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua PAN Zulkifli Hasan bersama Perempuan Amanat Nasional (PUAN) membagikan makanan kepada warga Cipinang Pulo di Dapur Iftar Puan Cipinang Jaya, Jakarta Timur, Rabu (14/5)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menegaskan fraksi partainya siap berkompromi dengan seluruh fraksi dan pemerintah terkait lima isu krusial Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu. Ini untuk mempercepat penyelesaian RUU Pemilu melalui musyawarah mufakat.

Aturan tersebut masih terganjal lima poin krusial. Kelima poin tersebut, yaitu ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), sistem pemilu, metode konversi suara, dan alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil).

"(Kami) kompromi. Kan ada take and give, ada menang dan kalah, namanya kompromi itu kan semua bisa terbuka. Kalau ditutup kan nggak ada kompromi nanti. Semua kemungkinan bisa saja," ujar Zulkifli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (20/6).

Zulkifli mengakui dari lima isu krusial, poin soal ambang batas pengajuan presiden menjadi yang paling alot pembahasannya. Sikap fraksi PAN mendukung presidential threshold sebesar nol persen.

"Presidential threshold, ya. Pemerintah 20 (persen). (Fraksi) Ada yang 0 (persen), ada yang 10 (persen). Kan bisa dibicarakan," kata dia.

Dia yakin pembahasan dapat mencapai mufakat karena karena semua fraksi dan pemerintah telah sepakat menyelesaikannya melalui musyawarah. Pembahasan hingga mencapai mufakat bakal dilakoni hingga target akhir penyelesaian selambatnya pada Rapat Paripurna DPR RI pada 20 Juli mendatang.

"Masih ada waktu. Saya kira sudah banyak isu yang sudah disepakati. Paling tinggal presidential saja kan. Mudah-mudahan ketemu nanti," ujar Ketua MPR RI tersebut.

Hal terpenting, dia menegaskan, jangan sampai ada wacana kembali ke UU Pemilu lama. Dia mengatakan membatalkan pembahasan RUU Pemilu dan kembali ke UU Pemilu yang lama menunjukan kondisi paling buruk.

Dia menerangkan kalau langkah itu ditempuh memang tidak salah. "Tapi, kan malu dong sudah berbulan-bulan masa' kembali ke UU lama. Malu pemerintahnya, malu DPR-nya," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement