REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap sebanyak 36 terduga teroris di berbagai daerah pascaperistiwa teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu pada Rabu (24/5).
"Sudah ada 36 orang yang ditangkap, ada yang terkait bom Kampung Melayu, ada yang tidak terkait," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/6).
Kendati tidak seluruh penangkapan terduga teroris tersebut terkait dengan bom Kampung Melayu, tetapi seluruhnya merupakan sel-sel Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi pada ISIS. "Mereka ini sel-sel JAD yang berencana melakukan serangan teror," ungkapnya.
Sementara, penangkapan teroris di Jawa Timur yakni di Surabaya dan Malang baru-baru ini diketahui juga merupakan kelompok JAD. "Mereka sel JAD, terkait dengan Bahrun Naim. Mereka ada yang akan lakukan serangan teror, ada yang fasilitator berangkat ke Suriah," tuturnya.
Untuk mencegah terjadinya aksi teror jelang Idul Fitri, Kapolri memerintahkan Kepala Densus 88 memperketat deteksi terhadap pergerakan jaringan teroris. "Saya perintahkan kepada Kadensus 88 untuk deteksi secara ketat, super ketat selama Ramadhan dan Idul Fitri," ujarnya.
Polri tidak ingin kecolongan lagi seperti pada perayaan Idul Fitri pada 2016, di mana pada "H-1" Lebaran atau 5 Juli 2016 terjadi aksi bom bunuh diri teroris Nur Rohman di Mapolres Surakarta, Jawa Tengah.
"Lakukan langkah-langkah preentif, lakukan tindakan cepat, kalau ada indikasi terlibat jaringan, lakukan tindakan sesuai kewenangan yang ada di undang-undang," kata Tito.
Polisi memiliki waktu 7x24 jam dalam memeriksa terduga teroris untuk mengetahui keterlibatannya dalam aksi teror. "Kita bisa melakukan penangkapan selama tujuh hari. Kalau terbukti, tahan. Kalau tidak terbukti, lepaskan," ucap Tito.