Ahad 18 Jun 2017 19:05 WIB

Gerakan HMS Ingatkan Spirit Ramadhan Melawan Korupsi

Ketua Umum Gerakan HMS Sasmito Hadinagoro (ketiga dari kiri) di acara 'Silaturahim dan Buka Puasa Bersama serta Santunan Anak Yatim'
Foto: dok
Ketua Umum Gerakan HMS Sasmito Hadinagoro (ketiga dari kiri) di acara 'Silaturahim dan Buka Puasa Bersama serta Santunan Anak Yatim'

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) kembali menyerukan kepada masyarakat, khususnya umat Islam untuk mengawal kasus korupsi penyalahgunaan keuangan negara agar bangsa ini begerak ke arah yang lebih baik.

Di sela acara 'Silaturahim dan Buka Puasa Bersama serta Santunan Anak Yatim' di Kembangan, Jakarta Barat, Sabtu (17/6), Ketua Umum Gerakan HMS Sasmito Hadinagoro mengingatkan kembali spirit Perang Badar pada bulan Ramadhan.

“Bersama Gerakan HMS, mari kita istiqomah, mantapkan hati dan pikiran agar tetap tegakkan amar ma’ruf nahi munkar, sebagai wujud meneladani jejak Rasulullah SAW. Di bulan suci ini, mari kita mantapkan semangat perang melawan korupsi yang kian merajalela di negeri ini,” ujar Sasmito dalam siaran pers, Ahad (18/6).

Acara silaturahim Keluarga Besar HMS tersebut dihadiri Hj Lily Wahid, Ketua Dewan Pembina Gerakan HMS Mayjend (Purn) Syamsu Djalal, dan Laksama (Purn) Slamet Soebijanto. Menurut Sasmito, kegiatan tereebut merupakan agenda rutin gerakan HMS guna memperkuat silaturahim serta saling mendoakan satu sama lainnya.

"Di bulan suci Ramadhan ini, marilah kita bersama-sama menjalankan ibadah puasa dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Saya meyakini silaturahim ini sangat penting karena akan memperpanjang umur. Makin banyak bertemu makin banyak doa diberikan," jelasnya.

Dalam tausiyahnya, Sasmito kembali mengingatkan publik untuk agar bersama-sama mengawal roda pemerintahan agar politik anggaran benar-benar berpihak kepada rakyat. Sejauh ini, politik anggaran meminggirkan kepentingan rakyat kecil. Sementara para konglomerat terus mendapat fasilitas dari negara. 

“Gerakan HMS telah lama mengamati perilaku pada pemegang otoritas keuangan negara sejak terjadinya mega skandal perbankan tahun 1998 sampai dengan era reformasi sekarang ini. Dana APBN yang berasal dari pajak rakyat hasil jerih payah kontribusi puluhan juta petani tidak dihargai selayaknya,” ujar Sasmito.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement