REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Jasin menilai banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, khususnya pada bulan Ramadan ini, menunjukan partisipasi masyarakat dalam pelaporan adanya penyimpangan semakin baik.
"Saya menilai bahwa itu menandakan makin bagusnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan tindakan atau perbuatan yang menyimpang," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (18/6).
Dalam kondisi itulah, KPK sebagai lembaga penegak hukum mempunyai kewajiban untuk merespons laporan masyarakat tersebut. Hal ini sebagai bentuk penindakan hukum oleh lembaga antirasuah tersebut atas laporan dugaan penyimpangan yang dilakukan pejabat publik.
Selain itu, Jasin juga mengatakan banyaknya OTT di bulan Ramadan ini menandakan memang ada kelonggaran dalam sistem pengawasan internal. Sistem ini kemudian malah cenderung membiarkan perbuatan-perbuatan yang menyimpang. "Berarti kan ada kelonggaran untuk melakukan penyimpangan. Misalnya sistem internal di situ tidak berfungsi maksimal sehingga membiarkan," ucap dia.
Selain itu, kemungkinan karena tidak adanya sanksi yang dikenakan pada berbagai bentuk penyimpangan tersebut. Akibatnya, timbul potensi penyimpangan yang dilakukan secara permisif. "Jika sudah permisif, nah itu poin pelemahan instansi tersebut," kata dia.
Pada bulan Ramadan ini, KPK melakukan OTT sebanyak empat kali. OTT pertama yakni terkait kasus suap opini WTP antara Kementerian Desa PDTT dan BPK yang dilakukan satu hari menjelang Ramadhan. OTT berikutnya terkait kasus suap antara dinas-dinas di pemprov Jawa Timur dan DPRD Jawa Timur. Kemudian, KPK juga menangkap tangan Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba dalam kasus suap di Kejati Bengkulu. Kasus tersebut melibatkan pejabat di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo, Murni Suhardi. Ketiganya ditetapkan tersangka setelah ditangkap tangan oleh KPK pada Jumat 9 Juni lalu.
Terakhir adalah kasus suap di DPRD Mojokerto di mana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya ditangkap tangan pada Jumat 16 Juni kemarin. Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PDI-P, Purnomo, dan Wakil Ketua DPRD Mojokerto dari PKB, Abdullah Fanani, terlibat di dalamnya dan kini telah ditetapkan tersangka.