REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur moda transportasi di wilayah DKI Jakarta berimbas pada kemacetan parah di sejumlah titik seperti Jalan MT Haryono, Kelapa Gading dan Sepanjang Ruas Jalan Mampang Prapatan Raya hingga Rasuna Daid Kuningan.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai satu-satunya cara mengatasi macet adalah dengan mempercepat pembangunan itu. Presidium MTI Muslich Zainal Asikin mengatakan, mau tidak mau warga Jakarta harus menghadapi pembangunan infrastruktur itu sebelum mereka bisa menikmati fasilitas yang ada nantinya.
Meski demikian, menurut Muslich, waktu pembangunan bisa dipercepat lagi. "Jalan keluarnya dipercepat kerjakan siang malam," kata Muslich saat berbincang dengan Republika.co.id, Rabu (14/6) malam.
Dalam hal ini, lanjut Muslich pemerintah harus berupaya menekan kontraktor juga dalam hal teknis lapangan. "Kadang pemerintah kurang mendikte kontraktor, kontraktor harus dipaksa, kalau tidak ya cari enaknya mereka (kontraktor)," lanjut dia.
Dalam segi pembangunan, menurut Muslich sistem pembangunannya harus diubah. Ia mencontohkan kecepatan pembangunan yang terjadi di Tiongkok. "Misalnya bangunan beton yang besar besar bisa dikerjakan di luar kota, sehingga pada saat dibawa ke Jakarta dengan truk tinggal memasang saja," ungkap Muslich.
Dengan demikian, menurut Muslich alat berat yang memakan lajur di tempat pembangunan seperti di Mampang Prapatan, Kelapa Gading dan MT Haryono dapat diminimalisasi. Badan jalan pun tidak terlalu termakan habis sehingga kemacetan yang terjadi tidak terlalu parah seperti ini.
Hal itu, menurut Muslich hanya bisa dilakukan kontraktor-kontraktor besar. Apabila muncul pertanyaan bagaimana kontraktor kecil, maka menurut dia dalam hal ini dilihat pada segi krusialitas. "Pembangunan darurat seperti ini ya kontraktor besar harus cepat, bila kontraktor kecil kasihan tidak dapat pekerjaan dialihkan saja kerja mereka ke pembangunan di daerah lain uang lebih santai," terang Muslich.
Meski demikian, Muslich percaya pemerintah bisa memenuhi target pembangunan. Sebagai contoh di Mampang Prapatan, Muslich yakin pada akhir 2017 warga Jakarta bisa menikmati kolong jalan atau Underpass.
Di sisi lain, Direktur Perencana Pembangunan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Suharto membenarkan bila pembangunan harus dipercepat. Namun, pemerintah juga harus bisa menekan laju penjualan kendaraan pribadi. Pasalnya, menirut Suharto dalam sehari saja di Jabodetabek terjadi 47 trip. "Kalaupun mau tetap menjual (kendaraan ptibadi, bisa dialihkan, misal Indonesia Timur masih butuh banyak," kata dia pada Republika.co.id.
Selain itu, menurut Soeharto, dari 30am juta kendaraan di Jabodetabek, hanya sekitar dua persen yang merupakan kendaraan umum. Sisanya kendaraan pribadi.
"Untuk itu perlu dibarengi perbaikan moda transportasi yang ada, misalnya feeder dibuat nyaman, kan kalau biasa pakai mobil bagus tiba-tiba pakai kendaraan umum yang jelek, mungkin masyarakat malah pakai mobil pribadi lagi," kata dia.