REPUBLIKA.CO.ID, BREBES -- Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said menyatakan, ada lima tantangan nasional yang jika tidak dikelola dengan seksama akan mengancam kedaulatan bangsa Indonesia. Pertama, semakin melebarnya kesenjangan ekonomi. Kedua, terkoyaknya kohesi sosial yang didorong juga oleh melebarnya kesenjangan ekonomi yang memicu sensitivitas hubungan sosial antar kelompok dan antar warga. Ketiga, lemahnya penegakan hukum.
"Ada perasaan umum, hukum hanya berlaku bagi si lemah, sementara si kuat yang punya kuasa dan modal beroleh kesempatan luas untuk memperkosa dan membeli hukum," kata Sudirman Said pada acara diskusi bertajuk Dari Brebes Membaca Indonesia, Sabtu (10/6) sore di Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah.
Keempat, lanjut Sudirman adalah praktik korupsi yang semakin akut menjangkiti elit dan merusak struktur penyelenggara negara pada tataran paling tinggi: eksekutif, legislatif, yudikatif, dan bahkan lembaga eksaminatif.
"Praktik korupsi ini menjadi signal dan contoh buruk bagi pembentukan karakter dan perilaku warga negara keseluruhan," kata lelaki yang pernah menjabat Menteri ESDM periode 2014-2016 ini dan yang kini juga menjabat sebagai Ketua Tim Sinkronisasi Anies-Sandi.
Kelima, lanjut Sudirman adalah politik dan praktik demokrasi prosedural yang semakin hari semakin cenderung merusak diri sendiri (self-destructive). Kondisi ini berbeda dengan perilaku politisi di era awal Republik berdiri, politisi hari ini jauh dari perilaku luhur, rela berkorban, beorientasi pada rakyat semata.
"Praktik politik hari ini kental dengan warna manipulasi, ugal-ugalan, semau gue, dan egosentris," kata pria kelahiran Brebes ini.
Menghadapi tantangan-tantangan mendasar itu, tidak banyak pilihan yang bisa diambil. Indonesia harus terus maju dan didorong memperkuat dirinya, mempertahankan kedaulatannya. "Dalam banyak kerumitan, peran kepemimpinan yang mumpuni sering menjadi solusi. Kita membutuhkan berlapis lapis pemimpin yang kredibel: yang menjunjung tinggi kejujuran, memiliki kompetensi, menghargai dan mampu mengelola kemajemukan," jelas dia.
Menurut Sudirman, Indonesia harus menyemai sebanyak mungkin bibit-bibit kepemimpinan yang mencerdaskan. Bukan pemimpin yang serba sederhana, menyederhanakan, merendahkan standar praktik berbangsa dan bernegara, dan mendangkalkan akal budi.