Senin 12 Jun 2017 06:32 WIB

Surat Terbuka Loyalis Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyusuri Jalan Trans Papua di ruas Wamena-Mamugu dengan mengendarai sepeda motor trail, Rabu (10/5).
Foto:
Erie Sudewo

My President. Pepatah Romawi bilang: “Jika ingin baik, tinggalkan istana”. Tapi saya tahu, niat anda masuk istana karena ingin benahi. Cuma antara niat dan kenyataan sering beda. Namanya istana, terminal kepentingan banyak pihak. Yang saya dengar, dinding istana pun bertelinga. Jangankan kita bicara perlahan. Wong melihat mimik wajah kita saja, dinding istana bisa laporkan sesuatu.

Saran saya lagi: “Hati-hati dengan pembisik”. Saya pura-pura tak tahu saja. Mengapa pembisik banyak di istana. Padahal siapa sih yang tahu. Sebenarnya apa prestasi pembisik. Ketika dibisiki sebagian pihak adalah lawan, segera mawas diri, Boss. Jelas tak semua hal bisa didengar. Apalagi yang dikatakan lawan, ternyata mereka yang rakyat kebanyakan.

Rakyat Indonesia mudah diarahkan. Bahkan orang Belanda bilang: “Bangsa Indonesia adalah bangsa jongos. Yang siap jadi jongos bagi negeri manapun”. Menyakitkan memang. Suka tak suka, perginya TKW cari sesuap nasi jadi bukti. Jutaan TKW, sengsara tidaknya di tangan majikan. Padahal mereka cuma pemilik rumah.

Maka tugas kita, terutama anda Boss, untuk ubah stigma buruk ini. Sebagai Presiden dan Kepala Negara, Boss punya legitimasi sah dan kuat. Pimpinlah rakyat. Jadikan sebagai pendukung. Jangan jadikan musuh. Dengan jadilan musuh matilah potensi. Kontra produktif. Di sisi lain, musuhi rakyat lahirkan perseturuan permanen. Ingat Boss. Siapapun rakyat, mereka punya hak sama. Ada dalam tanggung jawab kepala negara.

Sedang dengan pembisik, kini berhati-hatilah. Namanya juga pembisik. Yang namanya bisikan pasti rahasia. Tak boleh didengar sembarang orang. Jika tak diwaspadai, hari-hari Boss penuh kemelut. Membangun bangsa tak mudah. Lebih-lebih bekerja dikelilingi para pembisik. Opo enak, Reeek!

My President. Jabatan cuma lima  tahun. Lepas itu hidup balik normal. Jangan salah urus negeri. Saya tak siap, jika anda kelak dilecehkan. Maka ayo Boss, jangan musuhi rakyat sendiri. Rakyat butuh “pembinaan” bukan “penghinaan”. Buktikan Boss punya prestasi. Bukan kalkulasi dari satu citra ke citra berikut. Semoga ya Boss! 

 

*Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement