Jumat 09 Jun 2017 21:28 WIB

Pusako: Putusan PTUN tak Dapat Diterima

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ilham
Ketua Majelis Hakim Ujang Abdullah mengetuk palu saat memimpin sidang gugatan kepengurusan DPD RI di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Kamis (8/6), kemarin. Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim menolak permohonan GKR Hemas terkait pembatalan pelantikan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) versi Oesman Sapta Odang (OSO).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Majelis Hakim Ujang Abdullah mengetuk palu saat memimpin sidang gugatan kepengurusan DPD RI di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Kamis (8/6), kemarin. Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim menolak permohonan GKR Hemas terkait pembatalan pelantikan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) versi Oesman Sapta Odang (OSO).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menegaskan putusan PTUN yang menyatakan amar tidak dapat menerima gugatan soal pemanduan sumpah pelantikan Oesman Sapta Odang selaku pimpinan DPD, tidak dapat diterima. "Itu tidak dapat diterima," kata dia dalam diskusi Membedah Putusan PTUN & Legalitas Kepemimpinan DPD oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegak Citra Parlemen di Jakarta, Jumat (9/6).

Ia menjelaskan, pada pokoknya ada tiga jenis gugatan di PTUN, MA, yaitu mengabulkan, menolak, tidak dapat diterima. Permohonan gugatan terhadap pemanduan sumpah Oesman Sapta bukan ditolak, tetapi tidak dapat diterima PTUN.

Menurut dia, terdapat sejumlah alasan adanya penolakan terhada gugatan, pertama, kuasa hukum tidak jelas. Kedua, salah orang yang mau digugat. Ketiga, cerita kabur, pasal mana yang dipermasalahkan tidak jelas.

Menurutnya, alasan hakim PTUN terhadap gugatan ini, yakni gugatan bukan bagian ruang lingkup PTUN. Jadi, sebenarnya bukan bagian dari yang mereka harus putuskan. "Kita sedang bernegara serius, bukan bernegara preman, ini ada salah serius menjadikan Oso sebagai ketua DPD," jelasnya.

Sebab, ia menegaskan, tidak ada dalam bernegara, satu orang memimpin dua lembaga, satu sebagai ketua DPD dan kedua sebagai wakil MPR. "Kalau terjadi seperti ini, pasti ada yang salah, kenapa satu orang menguasai dua lembaga, lalu kenapa kita biarkan. Kita sepakat ini harus dilawan, karena tidak ada teori manapun satu orang pimpin dua lembaga," kata Feri.

Sebelumnya, GKR Hemas dan Farouk Muhammad menggugat fiktif positif, yaitu pemohon meminta MA membatalkan wakil ketua MA melantik Oesman Sapta. Menurut PTUN, gugatan itu tidak dapat diterima atau bukan substansinya, legal atau tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement